Hakim di Yogyakarta Dukung Aksi Cuti Massal 7-11 Oktober

Aksi cuti massal tuntut peningkatkan gaji dan tunjangan

Intinya Sih...

  • Ketua PT Yogyakarta mengakui besaran gaji dan tunjangan hakim muda tak lagi rasional
  • Setyawan memberikan gambaran besaran penerimaan para hakim muda, terdiri gaji pokok bulanan sekitar Rp3 juta dan tunjangan jabatan Rp8,5 juta
  • Komisi Yudisial berharap para hakim yang akan melakukan cuti bersama sebagai bentuk protes terkait kondisi kesejahteraan bertindak bijak

Yogyakarta, IDN Times - Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, Setyawan Hartono mengakui besaran gaji dan tunjangan para hakim muda atau junior saat ini sudah tak lagi rasional.

Ia tak melarang atau mempersilakan jika para hakim di instansinya ikut gerakan cuti massal pada 7-11 Oktober 2024, demi menuntut peningkatkan kesejahteraan melalui gaji dan tunjangan yang tidak pernah mengalami penyesuaian sejak tahun 2012.

1. Penerimaan gaji hakim setara dengan PPPK

Hakim di Yogyakarta Dukung Aksi Cuti Massal 7-11 Oktoberilustrasi gaji (Unsplash.com/Mufid Majnun)

Setyawan mengaku memahami perasaan para hakim, khususnya hakim muda melihat besaran penerimaan gaji dan tunjangan saat ini. "Sudah tidak rasional sekarang kondisinya, terutama hakim junior, hakim baru," kata Setyawan di kantornya, Senin (30/9/2024).

Ia pun memberikan gambaran besaran penerimaan para hakim muda, terdiri gaji pokok bulanan sekitar Rp3 juta dan tunjangan jabatan Rp8,5 juta.

"Dengan tunjangan keluarga mungkin sekitar Rp12-13 juta," imbuhnya.

Ia menyebut besarannya sudah tak rasional lantaran jumlahnya setara dengan gaji dan tunjangan para staf berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

Padahal, klaim Setyawan, para hakim junior ini di masa awal bertugas umumnya ditempatkan jauh dari keluarga hingga ke luar pulau.

"Kalau dengan PNS, misalnya di pengadilan negeri (total penerimaan) hakim baru itu setara dengan panitera muda sekarang ini, jadi memang bagi junior-junior itu sangat merasakan betapa sakitnya hakim itu kok begitu kurang dihargai," papar Setyawan.

 

2. Aturan penggajian 12 tahun tak ditinjau

Hakim di Yogyakarta Dukung Aksi Cuti Massal 7-11 OktoberIlustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Setyawan pun sepakat bahwa sudah waktunya pengaturan penggajian hakim dalam PP Nomor 94 tahun 2012 dilakukan peninjauan. "Selama 12 tahun itu PP 94 sama sekali belum ada peninjauan," katanya.

"Padahal kalau dulu waktu zaman orde baru tiap delapan tahun peraturan gaji itu istilahnya dilakukan inpassing, disesuaikan," lanjut Setyawan.

Setyawan pun secara moral mendukung gerakan yang memperjuangkan kesejahteraan hakim itu. "Secara moral (mendukung), artinya gini mendukung itu gini, saya tidak melarang KPN (Ketua Pengadilan Negeri) untuk memberikan cuti, kecuali kalau bolos. Untuk melakukan aksinya itu kan mereka menggunakan haknya," ungkapnya. Namun, sejauh ini belum ia belum menerima permohonan cuti dari para hakim di PT Yogyakarta.

Begitu pula para KPN di wilayahnya hingga pagi tadi juga belum melaporkan soal hakim yang mengajukan cuti untuk mengikuti gerakan ini.

Setyawan percaya bahwa gerakan ini tak dimaksudkan para hakim untuk mengabaikan pelayanan publik, melainkan demi mendapat perhatian dari pemerintah.

"Kalau (cuti massal) terjadi, pelayanan harus tetap berjalan. Kalau hakim di PT itu kan sidang hanya menghadapi berkas, tapi pelayanan di PTSP tetap berjalan. Jadi (hakim) kalau cuti di PT itu tidak terlalu berarti, kalau PTSP kan bukan hakim," tutupnya.

Baca Juga: Soal Rencana Mogok, Hakim Diminta Bijak Agar Peradilan Tak Terganggu

3. KY respons cuti massal hakim

Hakim di Yogyakarta Dukung Aksi Cuti Massal 7-11 OktoberMukti Fajar Nur Dewata dan Joko Sasmito (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara itu, Komisi Yudisial berharap para hakim yang akan melakukan cuti bersama sebagai bentuk protes terkait kondisi kesejahteraan hakim bertindak bijak. Harapannya, proses peradilan dan pencari keadilan tidak terganggu.

"Terkait rencana cuti bersama, KY berharap agar para hakim menyikapinya secara bijak, sehingga aspirasi dapat tersampaikan dan kepentingan penyelenggaraan peradilan dan pencari keadilan tidak terganggu," ujar juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangannya, Senin (30/9/2024).

Mukti Fajar mengatakan KY siap menerima audiensi Solidaritas Hakim Indonesia. "Hakim adalah personifikasi negara dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang kewenangannya diperoleh secara atributif dari konstitusi. Oleh karena itu, negara wajib memenuhi hak keuangan dan fasilitas hakim yang menjadi salah satu perwujudan independensi hakim. KY bersama MA berkomitmen untuk terus mengupayakan agar tujuan tersebut bisa tercapai," ujarnya.

Mukti Fajar mengatakan, KY telah menggelar pertemuan dengan Kementerian Keuangan pada Jumat, 27 September 2024. Dalam pertemuan itu turut dibahas masalah gaji, pensiun, tunjangan hakim, tunjangan kemahalan, rumah dinas, transportasi, jaminan kesehatan, dan pendidikan anak di lokasi hakim ditempatkan. 

"Sebagai tindak lanjut, KY akan menginisiasi forum pertemuan antara KY, MA, Bappenas, dan Kemenkeu sebagai komitmen bersama untuk menindaklanjuti permintaan para hakim, sesuai kewenangan masing-masing lembaga," ujarnya.

Sebelumnya, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia menyatakan bakal cuti bersama selama lima hari yakni pada 7-11 Oktober 2024. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang dianggap telah diabaikan selama bertahun-tahun.

Mereka menilai kesejahteraan hakim belum jadi prioritas pemerintah. Selain itu, ketentuan gaji dan tunjangan jabatan hakim yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 94 Tahun 2012 belum pernah disesuaikan.

Baca Juga: Mengenang Peristiwa G30S/PKI dan Pembantaian Massal Masyarakat Sipil

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya