Soal Pilpres, Mantan Menag Lukman: Bawa Nilai Agama yang Universal

Bawa identitas yang merekatkan kemajemukan

Sleman, IDN Times - Menteri Agama Republik Indonesia 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, mengungkapkan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang berkontestasi di Pilpres 2024 mendatang, harus membawakan nilai agama yang universal. Selain itu harus mengusung identitas yang merekatkan kemajemukan.

"Kalau ingin membawakan nilai-nilai agama bawakan nilai yang universal, yang ajarannya itu inti pokok, ajaran substantif. Bukan ajaran-ajaran agama yang cabang, karena ada juga ajaran yang sifatnya partikular yang cabang," ungkap LHS sapaan akrabnya, di sela kegiatan Salaam Summit, di INNSiDE by Melia Yogyakarta, Sleman, Jumat (27/10/2023).

1. Membawa agama dalam konteks nilai universal

Soal Pilpres, Mantan Menag Lukman: Bawa Nilai Agama yang UniversalMural bertema keberagaman agama di Maguwoharjo, Sleman, DI Yogyakarta. (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

LHS menjelaskan ajaran cabang tersebut yaitu peribadatan, mazhab, atau sekte tertentu. Sebaiknya hal tersebut tidak dibawa ke politik. Jika membawa agama ke ranah politik, lebih baik yang isinya kemajemukan, keragaman orang, dan lain sebagainya.

"Bawakanlah nilai-nilai agama yang universal, yang inti pokok. Misal keadilan kemanusiaan, kemaslahatan, perdamaian, kasih sayang, dan seterusnya. Itu yang semestinya dibawa ke ruang publik, yang heterogen, jangan yang partikular yang cabang," ujar LHS.

2. Identitas yang dibawa harus merekatkan

Soal Pilpres, Mantan Menag Lukman: Bawa Nilai Agama yang UniversalIlustrasi keberagaman. (IDN Times/Sukma Shakti)

LHS juga mengharapkan tidak ada lagi di Pilpres nanti yang mengusung identitas tertentu yang sifatnya memecah belah. Identitas yang harus diusung adalah yang merekatkan, dan menjaga kemajemukan, keberagaman.

"Saya berharap tidak ada lagi politik identitas, yang hanya mengusung kepentingan segelintir atau sekelompok orang saja, tapi haruslah nilai-nilai yang menjadi kebutuhan kita bersama, di tengah kemajemukan kita sebagai bangsa. Karena politik itu kan mengatur kebangsaan kita," ujarnya.

Dicontohkannya, jika ada politisi dari Jawa, jangan hanya memperjuangkan orang Jawa saja, dalam konteks kebangsaan, karena bangsa ini tidak hanya diisi orang Jawa. Contoh lainnya, hanya memperjuangkan keyakinan atau agama tertentu saja, dalam konteks kebangsaan hal itu dinilai bisa memecah belah. "Maka harus dicari nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai sebuah bangsa, itulah Pancasila," ungkap LHS.

Baca Juga: BEM DIY Desak MKMK Adil Tangani Dugaan Etik Soal Putusan Usia Capres

3. Pemimpin sebagai jembatan bukan tembok besar

Soal Pilpres, Mantan Menag Lukman: Bawa Nilai Agama yang UniversalIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemimpin yang diharapkan yang bisa merekatkan semua warga, bukan justru yang membuat sekat. Pemimpin harus menjadi jembatan, menyambungkan satu dengan yang lain, yang beragam.

"Bukan pemimpin yang membangun tembok-tembok besar sebagai pemisah, di antara kita yang memang sudah berbeda. Perbedaan kita kan gak terhindarkan," kata LHS.

Baca Juga: 100 Muslim Muda Dilatih Menjadi Pemimpin Islam Berkeadilan dan Toleran

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya