Koalisi Kami Berani Protes Surat Dekan FT UGM tentang Larangan LGBT

Koalisi Kami Berani Sebut UGM lakukan diskriminatif

Sleman, IDN Times - Koalisi Kami Berani menyebut Universitas Gadjah Mada (UGM) gagal menciptakan ruang inklusif dan nondiskriminatif. Hal ini buntut dari Surat Edaran Dekan Fakultas Teknik UGM tentang larangan LGBT pada Jumat (1/12/2023) lalu. Surat Edaran tersebut dinilai merupakan tindakan diskriminatif dan melanggar aspek Hak Asasi Manusia (HAM).

"Surat Edaran tersebut adalah sebuah tindakan diskriminatif yang jelas melanggar banyak aspek Hak Asasi Manusia, khususnya bagi mahasiswa, pengajar, dan tenaga kependidikan di lingkup Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada," ujar Perwakilan Koalisi Kami Berani, Riska Carolina, melalui siaran pers, Rabu (20/12/2023).

Surat Edaran tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) tentang berkedudukan yang sama di mata hukum, Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C, 28D, 28E, 28G, Pasal 28H, Pasal 28I dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia.

Kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Keberagaman Gender dan Seksual (Kami
Berani) adalah 14 organisasi masyarakat sipil, Arus Pelangi, ASEAN SOGIE Caucus, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Dialoka, Yayasan Kesehatan Perempuan, SGRC Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Sanggar SWARA, Transmen Indonesia, Human Rights Working Group (HRWG), Jakarta Feminist, Purplecode Collective, dan The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

 

1. Dinilai langgar hak atas pendidikan

Koalisi Kami Berani Protes Surat Dekan FT UGM tentang Larangan LGBTilustrasi hak asasi manusia (pexels.com/Lara Jameson)

Riska mengatakan dari aspek hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB), surat edaran tersebut adalah bentuk kebijakan yang melanggar hak atas pendidikan bagi setiap warga negara, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 28C UUD 1945, Pasal 12 UU No.39/1999, dan Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak EKOSOB, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 11/2005. Selain itu, surat edaran ini juga dinilai melanggar hak atas pekerjaan yang layak, yang memberikan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik, bagi para pengajar dan karyawan di lingkup Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

"Hak-hak atas pendidikan dan pekerjaan yang layak tersebut wajib dihormati, dilindungi dan dipenuhi tanpa diskriminasi atas dasar apapun, termasuk atas dasar keragaman orientasi seksual dan identitas gender," kata Riska.

Kemudian, dalam aspek hak-hak sipil dan politik, Surat Edaran yang melarang dan mengancam sanksi maksimum bagi seluruh individu di lingkup Fakultas Teknik UGM yang menunjukkan perilaku yang terasosiasi dengan LGBT dan, menunjukkan sikap dukungan terhadap kelompok LGBT, telah melanggar hak konstitusional dan hak asasi manusia atas privasi, berasosiasi, serta hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana yang dijamin oleh Pasal-pasal 28E, 28F, dan 28G, UUD 1945. Hak-hak tersebut juga dijamin dan dilindungi di dalam UU HAM No.39/1999 dan di dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.12/2006.

2. LGBT dinilai keberagaman orientasi seksual dan identitas

Koalisi Kami Berani Protes Surat Dekan FT UGM tentang Larangan LGBTilustrasi LGBT (unsplash.com/@norbuw)

Riska menjelaskan LGBT merupakan keberagaman orientasi seksual dan identitas gender. "Bukanlah sebuah penyimpangan, seperti tercantum pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III Kementerian Kesehatan Republik Indonesia," kata Riska.

Di dalam PPDGJ poin F66 disebutkan 'orientasi seksual sendiri jangan dianggap sebagai sebuah gangguan'. International Classification of Diseases ke-11 menyatakan bahwa, transgender (gender incongruence) bukan merupakan gangguan kejiwaan. Hal ini menunjukkan minimnya ketaatan dekan Fakultas Teknik UGM terhadap kaidah-kaidah ilmiah yang seharusnya menjadi landasan utama bagi civitas akademika.

"Jika surat edaran ini tetap dijalankan, maka akan berdampak pada peningkatan kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas seksual dan gender serta hilangnya penikmatan atas Hak Asasi Manusia," ujar Riska.

Baca Juga: Fakultas Teknik UGM Terbitkan Aturan Larangan LGBT, Ini Isi Suratnya

3. Tuntutan Koalisi Kami Berani

Koalisi Kami Berani Protes Surat Dekan FT UGM tentang Larangan LGBTFakultas Teknik UGM (Dokumentasi Humas UGM)

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keberagaman Gender dan Seksual, mendesak Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada mencabut Surat Edaran Universitas Gadjah Mada Nomor 2480112/UN1/FTK/I/KM/2023 tentang Larangan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Lingkungan Fakultas Teknik.

Mendorong Rektor UGM untuk mencabut Surat Edaran dan mengambil tindakan upaya pencegahan lahirnya kebijakan diskriminatif lainnya di UGM demi menerapkan prinsip inklusivitas dalam mewujudkan visi UGM sebagai pelopor perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang unggul dan inovatif, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan kemanusiaan dijiwai nilai-nilai budaya bangsa berdasarkan Pancasila.

Mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap segala pihak yang terlibat dan memungkinkan terbitnya Surat Edaran Dekan FT Teknik UGM tersebut. "Hal ini sangat penting untuk mencegah keberulangan praktik pelanggaran HAM yang serupa baik di lingkup UGM maupun institusi pendidikan lainnya," ujar Riska.

 

4. Penjelasan FT UGM tentang alasan penerbitan Surat Edaran

Koalisi Kami Berani Protes Surat Dekan FT UGM tentang Larangan LGBTDekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Selo menerbitkan aturan larangan perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT)

Diketahui sebelumnya, Wakil Dekan Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaaan FT UGM, Sugeng Sapto Surjono menjelaskan, aturan ini dibuat berdasarkan laporan sejumlah mahasiswi di fakultasnya. Laporan itu mengenai keresahan sejumlah mahasiswi adanya seorang mahasiswa berpenampilan perempuan dan memakai toilet putri.

"Yang mereka tahu bahwa yang bersangkutan (terlapor) itu mempunyai gender tidak putri tetapi menggunakan toilet putri. Itu mereka menjadi sangat resah kemudian menyampaikan kepada kami, itu sudah beberapa waktu yang lalu," kata Sugeng saat dihubungi, Kamis (15/12/2023).

Padahal berdasarkan laporan pelapor, ketika pertama kali masuk universitas terlapor tercatat sebagai seorang mahasiswa. "Jadi itu yang kemudian menjadi kegelisahan bagi majority mahasiswi kami tentunya, sehingga itu kita perlu mengambil suatu kebijakan seperti itu," kata Sugeng.

Sugeng menekankan, aturan sebagai tindak lanjut laporan merupakan hasil pertimbangan matang melalui diskusi dan konsultasi internal fakultas hingga rektorat. Sugeng menekankan, aturan ini hanya berlaku di lingkungan fakultasnya saja. Dia mengatakan, orientasi seksual dan identitas gender adalah hak masing-masing individu. Hanya saja, dekanat perlu mengatur soal aktivitas terkait LGBT ini.

"Terkait dengan sikap dari fakultas teknik terkait LGBT ini jadi sebenarnya yang kita tegaskan itu tidak mempunyai wewenang dalam hal ini melarang LGBT atau apapun itu di luar sana," kata Sugeng.

"Jadi peraturan itu memang berlakunya untuk internal Fakultas Teknik UGM, yang kita larang itu sebenarnya aktivitas itu di fakultas teknik sehingga kita tidak melarang seseorang yang mempunyai preferensi itu," sambungnya.

Menurut Sugeng, hal ini akan menyangkut beberapa tata aturan di kampus. Semisal, pemakaian toilet yang dibedakan antara mahasiswa dan mahasiswi, hingga tempat wudhu.

Sugeng menuturkan, diterbitkannya aturan ini dimaksudkan sebagai payung hukum pihak fakultas untuk mengambil langkah persuasif. Selain itu menjadi dasar aturan untuk melakukan klarifikasi kepada sosok terlapor. Menutnya, fakultas berupaya mengedepankan pendekatan secara personal. Dekanat juga tidak ingin ada kelompok atau golongan yang kemudian merasa disudutkan seiring dengan berlakunya aturan ini.

"Artinya jangan sampai seseorang nanti menjadi didiskreditkan gitu. Jadi supaya tidak ada yang terdiskreditkan, biar departemen, karena ini kan di jurusan-jurusan itu dalam rangka mengantisipasi juga mengambil langkah-langkah persuasif yang lebih baik, ada pendekatan-pendekatan yang tidak harus menyudutkan," pungkasnya.

Baca Juga: Profil Poppy Ismalina, Akademisi UGM dan Panelis Debat Cawapres

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya