Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis Kretek

Pabrik Taru Martani produksi cerutu selama 105 tahun

Yogyakarta, IDN Times - Bau tembakau menyeruak di sejumlah ruangan di pabrik cerutu Taru Martani, Baciro, Gondokusuman siang itu. Sejumlah pekerja yang didominasi perempuan tampak sibuk dengan daun-daun tembakau di tangannya.

Para pekerja yang sudah tidak lagi muda tersebut, nampak telaten membuat cerutu dengan sejumlah peralatan sederhana di hadapannya. Di tempat yang sudah berusia 105 tahun tersebut, berbagai macam cerutu diproduksi.

Sejarah panjang ditorehkan Taru Martani. Mulai dari zaman Belanda, Jepang, hingga Kemerdekaan Indonesia. Pabrik cerutu ini awalnya bernama N.V. Negresco pada tahun 1918, dan berganti menjadi Taru Martani, nama yang diberikan oleh Ngarsa Dalem, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pada tahun 1972. Nama Taru Martani, diambil dari bahasa Sansekerta Taru yang berarti daun atau tumbuhan, Martani yang berarti kehidupan.

"Mungkin maksudnya secara filosofis perusahaan ini dengan industri tembakau dari daun-daunan harapannya bisa memberi kehidupan kepada semua orang. Ternyata itu betul menjadi doa, sejak 1918 sampai sekarang 105 tahun perusahaan ini terus berproduksi tanpa henti," ujar Direktur Utama PT. Taru Martani, Nur Achmad Affandi kepada IDN Times. 

1. Kunjungan Che Guevara yang diabadikan dalam cerutu Ernesto

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekFoto Che Guevara yang berkunjung ke Taru Martani tahun 1959 (IDNTimes/ Paulus Risang)

Tak lekang waktu, Taru Martani pernah disambangi oleh sejumlah tokoh besar, salah satunya petinggi Kuba saat itu Ernesto Che Guevara. Foto kenangan kunjungan Che pada tahun 1959 hingga saat ini masih dipajang di ruang Direktur Utama PT. Taru Martani, dan lorong ruang pembuatan cerutu. Kenangan pejuang revolusi tersebut pun coba diabadikan sebagai salah satu produk cerutu dari Taru Martani.

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekDirektur Utama PT. Taru Martani, Nur Achmad Affandi memperlihatkan macam cerutu yang diproduksi oleh Taru Martani (IDNTimes/Paulus Risang)

Nama Ernesto, diambil sebagai salah satu produk cerutu yang diproduksi Taru Martani. Warna merah dan kuning mendominasi bungkus 'ERNESTO'. Produk cerutu dengan isi tiga batang tersebut tersemat gambar singa dengan mahkota berwarna kuning, dan bintang kecil di bawahnya.

"Tahun 1959 Che Guevara pernah berkunjung. Kunjungan resmi ke Indonesia itu di Istana, Borobudur, dan Taru Martani. Diakui petinggi Kuba, artinya mengakui pabrik yang menghasilkan sesuatu yang baik. Karena pernah dikunjungi Ernesto Che Guevara maka memproduksi dengan nama brand (Ernesto)," ujar Nur.

Bagi pemula yang mencoba menikmati cerutu, saat hisapan awal akan terasa berat. Butuh waktu lama untuk menikmati dan menghabiskan Ernesto. Rasa cerutu Che, memiliki rasa lebih creamy jika dibandingkan dengan cerutu Taru Martani yang lain, dengan ukuran yang sama, dan sedikit lebih strong. Untuk harga end user, dengan cukai per batang Rp35 ribu - Rp38 ribu. Sementara untuk harga per boks, pada kisaran Rp105 ribu - Rp114 ribu.

Baca Juga: Menengok Taru Martani, Pabrik Cerutu Berusia lebih 1 Abad di Jogja

2. Ciptakan cerutu berukuran kecil

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekProduk cerutu Taru Martani Jogja (IDNTimes/Paulus Risang)

Cerutu memang identik memiliki pangsa pasar tersendiri, pun demikian bagi Taru Martani. Sejak didirikan Taru Martani lebih banyak menyasar pangsa luar negeri, menyasar masyarakat kelas 'atas'. Negara seperti Hungaria, Jerman, dan berbagai negara di Eropa menjadi target pasar dari Taru Martani.

Seiring berjalannya waktu, tidak hanya orang mapan yang menikmati cerutu. Taru Martani melihat pasar anak muda di Eropa mulai menikmati cerutu. Mereka biasanya lebih memilih ukuran yang lebih kecil. 

"Ukuran cerutu itu bersifat universal. Jadi seluruh dunia menyepakati ukuran cerutu baik diameter atau panjangnya ada patronnya. Jadi yang paling kecil namanya cigarillos, kemudian di atasnya ada ekstra cigarillos. Kemudian panelela, half corona, di atasnya lagi ada corona, sampai paling besar itu grand robusto. Anak muda biasanya yang ukuran kecil," kata Nur.

3. Kantor Pak Djagad film Gadis Kretek di Taru Martani

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekVerdi Solaiman dalam serial Gadis Kretek (dok. Netflix/Gadis Kretek)

Taru Martani pernah digunakan untuk syuting serial yang baru-baru ini sedang naik daun, yaitu 'Gadis Kretek'. Di beberapa bagian bangunan Taru Martani digunakan sebagai lokasi syuting, seperti bagian lorong ruang timbang tembakau, tempat penjemuran Taru, dan ruang bawah tanah.

Bangunan tua yang ada di Taru Martani dinilai mendukung pembuatan serial dengan setting waktu tahun 1960an itu. Serial dengan tokoh utama Jeng Yah yang diperankan Dian Sastrowardoyo, menggunakan Taru Martani selama dua minggu untuk proses produksi.

"Dipakai syutingnya Oktober tahun lalu. Sekitar dua minggu, peralatan pendukungnya ya mereka ada bawa sendiri. Proses produksi di sini juga tetap jalan," cerita Kepala Divisi Produksi Taru Martani, Adam Santosa.

Selama syuting, Adam menerangkan seluruh setting dibuat berbeda dengan kondisi Taru Martani. "Misalnya lantainya ditutup agar menyerupai zaman dulu, yaitu dibuat seperti tegel kuning khas dulu. Kemudian ada yang menggunakan ruang bawah tanah yang disulap untuk tempat syuting. Selama ini ruang tersebut kami biarkan kosong," terang Adam. 

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekTempat penjemuran Tembakau di Taru Martani muncul dalam Gadis Kretek (IDNTimes/Paulus Risang)

Beberapa ruangan di Taru Martani yang muncul dalam Gadis Kretek, merupakan pabrik tempat Pak Djagad, yang dikenal sebagai pesaing Pak Idroes, ayah Jeng Yah. Di antaranya adalah ruang kerja Pak Djagad, pengeringan tembakau hingga tempat melinting rokok mertua Soeraja.   

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekSeorang karyawan Pabrik Cerutu Taru Martani, melintas di depan pintu dan jendela yang menjadi lokasi syuting serial Gadis Kretek (IDNTimes/Febriana Sinta)

"Tapi ada beberapa tempat yang ikonik khas Taru Martani, antara lain pintu dan jendela. Jadi kalau kita tahu, oh itu yang ada di sini," terang Adam.  

Kisah Taru Martani dari Che Guevara hingga Jeng Yah Gadis KretekLokasi penimbangan tembakau di Taru Martani muncul dalam Gadis Kretek (IDNTimes/Paulus Risang)

Selain digunakan syuting serial yang mengangkat sosok perempuan dengan keteguhannya itu. Adam bercerita beberapa kali lokasi Taru Martani digunakan syuting sebuah film. "Pernah digunakan lima tahun lalu. Saat saya melihat lokasi syutingnya, tempatnya juga disulap berbeda. Namun sayang, film tersebut belum tayang," pungkasnya. 

Baca Juga: Taru Martani 1918 Coffee, Sajikan Kopi sampai Cerutu Legendaris

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya