Hati-hati, Perdagangan Orang Sasar Anak Muda Baru Lulus Sekolah 

Penawaran kerja dari online menjadi modus

Sleman, IDN Times - Pekerja Migran Indonesia (PMI) perlu mewaspadai praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), khususnya bermodus penipuan daring atau online scamming. Tak hanya menyasar kelompok rentan, TPPO juga menyasar generasi muda yang berpendidikan.

Hingga Agustus 2023, tercatat lebih dari 2.800 PMI terkena kasus online scam, ditangani oleh Perwakilan RI di negara-negarape Asia Tenggara.

 

1. Waspadai saat mencari kerja secara online

Hati-hati, Perdagangan Orang Sasar Anak Muda Baru Lulus Sekolah ilustrasi lowongan kerja (IDN Times/Nathan Manaloe)

Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Astrid Ramadiah Wijaya menyampaikan, TPPO perlu diwaspadai, terlebih bagi orang yang aktif mencari lowongan pekerjaan di situs daring dan media sosial.

“Kementerian Komunikasi dan Informatika berperan dalam pencegahan TPPO melalui dua strategi, yang pertama adalah menindak konten atau situs yang telah melakukan perekrutan tenaga kerja secara ilegal. Jika menemukan konten-konten atau iklan di media sosial yang mengarah ke TPPO, instansi dan masyarakat dapat menyampaikan aduan ke situs: aduankonten.id. Strategi kedua adalah melakukan berbagai sosialisasi akan bahaya TPPO seperti kegiatan hari ini,” papar Astrid di Kampus Atma Jaya Yogyakarta, Selasa (14/11/2023). 

Astrid menjelaskan bahwa perkara TPPO telah menjadi urgensi yang dibahas dalam pertemuan KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo. Para pemimpin ASEAN mendeklarasikan Pemberantasan Perdagangan Manusia Akibat Penyalahgunaan Teknologi, sebagai bentuk keseriusan ASEAN untuk memberantas TPPO dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait, serta memberikan bantuan kepada korban.

2. Modus tawaran kerja di luar negeri yang menarik

Hati-hati, Perdagangan Orang Sasar Anak Muda Baru Lulus Sekolah Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming, di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Selasa (14/11/2023). (Dok. Istimewa)

Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Judha Nugraha menjelaskan lowongan kerja di luar negeri dengan penawaran yang menarik menjadi awalan dari modus operandi online scamming. “Lowongan kerja ini ada di sekitar kita, beredar di sosial media dan menjadi pintu masuk kasus online scam. Dari kasus-kasus yang kami tangani, berawal dari lowongan kerja di medsos yang menawarkan gaji dan fasilitas besar,” jelas Judha.

Korban yang terpedaya, dijelaskan Judha akan diurus tiket dan dokumen perjalanannya tanpa memiliki visa kerja. Selanjutnya korban dibawa ke negara tujuan atau ke negara transit untuk dipekerjakan sebagai online scammer (penipu daring). 

“Begitu tiba di perusahaan online scam center, mereka akan dipaksa membuat akun-akun media sosial palsu dan kemudian diberikan daftar target korban dan jumlah target yang harus dicapai dalam satu bulan. Rata-rata targetnya sekitar Rp60 juta. Ketika tidak mencapai target akan ada sanksi seperti penyiksaan verbal, fisik, atau ancaman akan dijual ke perusahaan scam yang lain,” tambah Judha.

Permasalahan TPPO yang terjadi saat ini tidak hanya menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Lewat modus online scamming, praktik TPPO kini menyasar korban yang melek teknologi dan tergolong dalam usia produktif. Profil korban yang dituju umumnya berusia muda yakni 18–35 tahun.

“Korban biasanya berasal dari usia muda, berpendidikan, bahkan kami pernah mencatat korban dengan gelar master (pascasarjana), dan yang umumnya akrab dengan berbagai teknologi digital,” tegas Judha.

Baca Juga: Polres Kulon Progo Ungkap Kasus Perdagangan Orang di YIA

3. Kelompok berpendidikan juga bisa menjadi sasaran TPPO

Hati-hati, Perdagangan Orang Sasar Anak Muda Baru Lulus Sekolah Ilustrasi mahasiswa yang melakukan wisuda di tengah pandemik. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kepala Subdirektorat V/Siber, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Asep Suherman, menerangkan profil korban TPPO, tidak lagi berasal dari golongan prasejahtera dan tidak berpendidikan, namun sudah bergeser ke kelompok berpendidikan yang hampir setiap saat terpapar teknologi.

“Selain lewat media sosial, perekrutan online scamming juga dapat terjadi lewat kerabat, teman, atau kenalan. Karena korban yang sudah terjerat akan diancam, didenda, atau diiming-imingi komisi untuk merekrut pekerja lain,” jelas Asep.

Korban TPPO diungkapkan Asep, kadang tidak mau melaporkan kepada pihak berwajib karena adanya rasa malu. Selain itu, korban juga menerima ancaman atau tidak mengetahui dengan jelas pelaku perekrutan. 

“Celahnya karena ada angan-angan dan pandangan bahwa bekerja di luar negeri adalah suatu pencapaian dan dinilai hebat. Apalagi jika diiming-imingi dengan gaji yang besar, kejahatan ini harus bersama-sama ditangkal karena TPPO sangat terorganisir dan sistematis,” jelas Asep.

Terkait dengan praktik TPPO bermodus online scamming, generasi muda termasuk ke dalam kelompok yang rentan sebagai korban. Khususnya, para lulusan baru (fresh graduate) yang sibuk mencari pekerjaan.

Dosen dan Ketua Bagian Sistem Peradilan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Al. Wisnubroto, juga mengingatkan soal peran orang tua supaya lebih waspada terhadap berbagai lowongan kerja, jangan sampai mendorong anak untuk bekerja di luar negeri hanya karena tawarannya yang menarik.

“Para lulusan yang belum menemukan pekerjaan, sering menemukan pertanyaan dan tekanan dari sekitar yang bisa menjebak pada lowongan kerja di luar negeri yang persyaratannya mudah. Jangan sampai hal seperti ini pada teman-teman mahasiswa,” kata Wisnubroto.

Baca Juga: Waspada Fenomena Love Scamming, Penipuan Berkedok Cinta

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya