Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dari Sentuhan Perajin Indonesia, Desain Eropa Jadi Makin Bernyawa

Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels. (Dok. Istimewa)
Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels. (Dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Hamesha Studio menggabungkan desain Eropa dan keterampilan pengrajin Indonesia dalam rumah desain dan produksi terintegrasi, menaungi 14 jenis kerajinan di bawah satu atap.
  • Studio ini menghadirkan ekosistem kreatif di mana berbagai pengrajin bekerja berdampingan, menghasilkan karya lintas material, dari furnitur hingga interior properti berskala besar.
  • Lebih dari sekadar produk, Hamesha menawarkan solusi menyeluruh untuk sektor real estate, hospitality, hingga retail global dengan pendekatan integrasi desain, produksi, dan teknologi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times - Jiwa desain Eropa dengan tangan terampil pengrajin Indonesia menjadi kekuatan sendiri bagi Hamesha Studio. Hamesha membangun sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil, sebuah rumah desain dan produksi vertikal terintegrasi, di mana 14 jenis kerajinan hidup berdampingan di bawah satu atap, mampu menciptakan segalanya mulai dari karya seni unik hingga interior properti berskala besar.

Di dunia di mana sebagian besar perusahaan hanyalah studio desain atau produsen, Hamesha Studio berani menjadi keduanya, bahkan lebih. “Kami tidak menyerahkan kreativitas kepada pihak luar. Kami tidak memecah proses produksi. Di Hamesha, setiap ide, setiap sketsa, setiap potongan kayu atau hembusan kaca terjadi di sini,” kata Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels di Yogyakarta, Minggu (24/8/2025).

1. Ekosistem hidup para pembuat

Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels. (Dok. Istimewa)
Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels. (Dok. Istimewa)

Bertels mendirikan studio ini setelah memimpin berbagai proyek desain global di Eropa. Ia mengungkapkan fasilitas produksi Hamesha bukanlah pabrik dalam arti konvensional. Ini adalah ekosistem hidup para perajin.

“Tukang kayu, pandai besi, peniup kaca, pengrajin keramik, ahli pelapis, penenun, pemahat batu, dan banyak lagi. Setiap disiplin memiliki bengkel sendiri, namun semua bekerja berdampingan, berbagi ide, bahan, dan inspirasi,” ungkap Bertels.

Integrasi ini memungkinkan Hamesha mendesain dan memproduksi lintas material. Kursi dengan anyaman rotan dan logam tempa, bagian depan bar dengan kayu dan kain tenun, meja makan dengan inlay kaca dan kaki dari batu.

Yang membedakan Hamesha bukan hanya kedalaman produksinya, tetapi juga kecerdasan desainnya. Dengan tim desain internal lengkap, studio ini mengembangkan konsep, produk, dan proyek untuk mitra global.

“Pendekatan berbasis desain ini memastikan bahwa setiap ide tidak hanya diproduksi, tetapi diwujudkan dengan visi, narasi, dan kedalaman budaya,” ujar Bertels.

2. Lebih dari sekadar produk

Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels. (Dok. Istimewa)
Co-Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels. (Dok. Istimewa)

Hamesha tak hanya bergerak di bidang produk, tetapi juga merambah sektor real estate dan hospitality. Studio ini memiliki kemampuan untuk memproduksi furnitur built-in, furnitur lepas, hingga elemen interior kustom yang ditawarkan bagi pengembang maupun grup hotel di berbagai negara.

Seluruh proses pengerjaan dilakukan dalam satu atap, sehingga setiap proyek bisa dijalankan dengan konsisten dan terjaga kualitasnya. “Mulai dari resor butik hingga hunian mewah, Hamesha dapat mendesain, memproduksi, bahkan mengawasi instalasi di lokasi, menghilangkan perantara, keterlambatan, dan ketidakkonsistenan,” kata Bertels.

3. Usung integrasi untuk menjaga konsistensi

ilustrasi kerajinan tangan dengan tanah liat (pexels.com/Monstera Production)
ilustrasi kerajinan tangan dengan tanah liat (pexels.com/Monstera Production)

Untuk retailer dan wholesaler, Hamesha juga membuka peluang kolaborasi white-label dan private-label berupa koleksi eksklusif yang didesain sekaligus diproduksi langsung. Berbeda dengan model sourcing biasa, kerja sama ini memungkinkan pengembangan dari prototipe hingga produksi skala besar dengan tetap mempertahankan identitas desain.

Filosofi yang diusung Hamesha adalah integrasi. Di saat industri global kerap memisahkan desain dengan produksi, atau kerajinan dengan teknologi, studio ini justru menggabungkannya. Pendekatan itu disebut mampu menghadirkan kecepatan, presisi, dan konsistensi, sekaligus membuka ruang untuk kolaborasi antarkerajinan dan eksplorasi material baru.

“Kami sedang membangun jembatan antara tradisi dan masa depan, antara tangan dan mesin, antara budaya dan inovasi. Itulah yang membuat Hamesha bukan sekadar studio, bukan sekadar pabrik, melainkan sebuah gerakan,” ujar Bertels.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us