Yogyakarta, IDN Times – Tak banyak yang tahu siapa Kwee Thiam Tjing. Namanya seolah mendadak muncul ketika Indonesianis berkewarganegaraan Amerika, almarhum Ben Anderson menyunting kembali buku Kwee terbitan 1947 yang berjudul “Indonesia Dalem Api dan Bara” pada 2004. Sejak itu, orang mulai membicarakannya, juga menulis tentangnya. Sebelumnya, sosoknya seolah hilang di bawah tumpukan buku.
Kwee adalah sosok jurnalis Tionghoa yang meramaikan khazanah media-media publik sejak 1920. Ia lahir di Pasuruan pada 9 Februari 1900 dan wafat pada 28 Mei 1974 di Jakarta. Jika masih hidup, Kwee akan meniup lilinnya pada 9 Februari mendatang untuk merayakan ulang tahun ke-120.
Kwee lebih banyak menulis kolom di surat kabar Sin Tit Po, media massa terbitan orang-orang Tionghoa di Surabaya. Selebihnya, ia menjadi koresponden untuk Soeara Publiek, Pewarta Soerabaia, dan redaktur Pemberita Djember. Bahkan pada usia 74 tahun, Kwee masih aktif menulis di Indonesia Raya.
“Terakhir sebagai orang tua yang (menulis) cerita tentang pengalamannya,” kata peneliti sejarah dan penulis Arief W Djati dalam diskusi bertema Ngobrolin Tjamboek Berdoeri di Bentara Budaya Yogyakarta, Rabu (28/1) lalu.