4 Alasan Mengapa Kebiasaan Buruk Susah Diubah Menurut Sosiologi

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa semua orang di dunia ini pasti pernah berbuat kesalahan, ya. Oleh karena itu, berbuat salah itu wajar, namun jadi tidak wajar ketika sudah tahu salah tapi tak segera memperbaikinya.
Sayangnya, ketika sudah menyadari ternyata kesalahan yang ada itu sudah terlanjur menjadi sebuah kebiasaan. Ya, kebiasaan buruk itu sudah melekat pada dirimu dan sulit sekali untuk melepasnya, apalagi menggantinya. Mengapa sih hal tersebut bisa terjadi? Untuk mengetahui jawabannya, coba simak alasan mengapa sulit mengubah kebiasaan buruk menurut Sosiologi di bawah ini.
Jurnal Sumber Rujukan:
1. Teori labelling (hal 10)
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=ac735e04f2ff2b8bJmltdHM9MTcwMzAzMDQwMCZpZ3VpZD0yZDlkZDgyYS00MzdjLTY4NjItMDA5Ni1jYjU2NDIyYTY5MTYmaW5zaWQ9NTIxNA&ptn=3&ver=2&hsh=3&fclid=2d9dd82a-437c-6862-0096-cb56422a6916&psq=jurnal teori labelling&u=a1aHR0cHM6Ly9qb3VybmFsLnVpbnNnZC5hYy5pZC9pbmRleC5waHAvYWRsaXlhL2FydGljbGUvZG93bmxvYWQvODQ5Ni9wZGY&ntb=1
2.Teori habitus (hal 2)
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=e981f05ebf0cfb9bJmltdHM9MTcwMzAzMDQwMCZpZ3VpZD0yZDlkZDgyYS00MzdjLTY4NjItMDA5Ni1jYjU2NDIyYTY5MTYmaW5zaWQ9NTE4OA&ptn=3&ver=2&hsh=3&fclid=2d9dd82a-437c-6862-0096-cb56422a6916&psq=jurnal teori habitus sebagai kebiasaan&u=a1aHR0cHM6Ly9kZXdleS5wZXRyYS5hYy5pZC9yZXBvc2l0b3J5L2ppdW5rcGUvaml1bmtwZS9zMS9jaGkvMjAxOS9qaXVua3BlLWlzLXMxLTIwMTktMTI0MTUwMDgtNDU2MTEtZ2t0X2hvc2FuYS1jaGFwdGVyMi5wZGY&ntb=1
3. Teori rasionalitas dan adaptasi sosial (hal 11)
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=05e90318eae86245JmltdHM9MTcwMzAzMDQwMCZpZ3VpZD0yZDlkZDgyYS00MzdjLTY4NjItMDA5Ni1jYjU2NDIyYTY5MTYmaW5zaWQ9NTE4Nw&ptn=3&ver=2&hsh=3&fclid=2d9dd82a-437c-6862-0096-cb56422a6916&psq=jurnal teori rasionalitas dan adaptasi sosial sosiologi&u=a1aHR0cHM6Ly9qdXJuYWwudW5zLmFjLmlkL2phcy9hcnRpY2xlL2Rvd25sb2FkLzQxMzEzLzI4Mzgz&ntb=1
4. Teori culture shock (hal 32)
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=34bc9dc345c8eae9JmltdHM9MTcwMzAzMDQwMCZpZ3VpZD0yZDlkZDgyYS00MzdjLTY4NjItMDA5Ni1jYjU2NDIyYTY5MTYmaW5zaWQ9NTIwNg&ptn=3&ver=2&hsh=3&fclid=2d9dd82a-437c-6862-0096-cb56422a6916&psq=jurnal teori culture shock sosiologi&u=a1aHR0cHM6Ly9yZXBvc2l0b3J5LnVpbmprdC5hYy5pZC9kc3BhY2UvYml0c3RyZWFtLzEyMzQ1Njc4OS82MjA2Mi8xLzExMTUwMTUwMDAwMDYxX0FESUVCJTIwQUhNQUQlMjBXYXRlcm1hcmsucGRm&ntb=1
1. Teori labelling
Menurut Edwin M Lemert, seseorang akan melakukan suatu penyimpangan karena suatu proses labelling atau pemberian stigma, label, merek yang masyarakat berikan kepada individu. Misalnya saja seseorang melakukan sekali aksi pencurian, otomatis ia akan diberikan label atau cap pencuri. Berangkat dari stigma yang diberikan oleh masyarakat inilah yang membuatnya mengulangi penyimpangan lagi, lagi, dan lagi.
Begitu pula saat kamu melakukan penyimpangan dengan memiliki hal buruk yang kamu lakukan. Kemudian, orang-orang sekitar memberikan kamu cap buruk yang terkait. Hal inilah yang membuatmu susah untuk memperbaiki diri, ya karena sudah ada cap buruk yang melekat pada dirimu di mata orang-orang secara luas.