Menikmati Kopi Luwak ala Kafe di Gunung dengan Drip Bag
Lebih praktis dibawa ke mana pun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times – Era menyeduh kopi dengan teknik manual brew masih diterapkan di banyak kedai kopi. Selain alatnya beragam, teknik yang diterapkan juga beraneka pula. Cita rasa seni juga dihasilkan dari barista ketika menyeduh dengan peralatan manual itu.
Dalam perkembangannya, sebagian penyuka kopi ingin menikmati kopi secara simpel. Tentunya bukan kopi instan sasetan. Melainkan kopi murni tanpa campuran, tapi bisa diseduh tanpa harus repot menggunakan alat.
“Pakai drip bag,” kata Ruru Pangestu, pengelola Gregah Coffee dalam pameran yang digelar Komunitas Kagama Ngopi (KKN) di halaman Laboratorium Agrokompleks Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) di Sleman, Sabtu (15/2).
Bersama istrinya, Yukanita, sesama alumnus UGM, mereka mengisahkan soal seduhan drip bag kopinya kepada IDN Times.
Baca Juga: 5 Fakta Koke, Brand Asli Jogja yang Tawarkan Cara Beda Menikmati Kopi
1. Bermula dari kopi luwak liar
Sejak berkecimpung dengan kopi pada 2013 lalu, Ruru mengkhususkan pada kopi luwak liar yang dikelola di tempat tinggalnya di Tangerang Selatan. Kebetulan mereka mempunyai kebun kopi Sipirok milik keluarga di Sibualbuali, kampung Sialaman, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Kebun kopi itu dikelilingi hutan lindung.
“Luwaknya datang sendiri. Tidak ditangkarkan,” kata Yukanita.
Lantaran itu pula, pasokan kopi yang dihasilkan pun bergantung pada seberapa banyak buah kopi yang dimakan luwak. Tak bisa dipastikan takarannya.
Baca Juga: Angkringan Lik Man, Kisah Kopi Joss yang Merekatkan Persahabatan