Kampung Ketandan Jogja, Serasa Berlibur di Shanghai

Jadi gudangnya toko emas

Yogyakarta, IDN Times - Kampoeng Ketandan di Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta belakangan ramai diperbincangkan para penghuni dunia maya. Pasalnya, kawasan pecinan di timur Malioboro itu diklaim oleh suatu akun penyedia jasa wisata sebagai salah satu destinasi di Kota Shanghai, Tiongkok.

Gapura raksasa pintu masuk pecinan inilah yang kemudian menyamarkan Kampoeng Ketandan dengan apa yang ada di Negeri Tirai Bambu sana. Namun, apa isi pecinan kepunyaan Kota Gudeg ini, mungkin belum banyak yang tahu. Nah, IDN Times Jogja akan mengajak kamu berkeliling kawasan Kampung Ketandan Jogja, simak yuk!

1. Jadi pusat toko emas dan perhiasan

Kampung Ketandan Jogja, Serasa Berlibur di ShanghaiIDN Times/Tunggul Kumoro

Layaknya kawasan pecinan pada umumnya, wajah depan Kampung Ketandan ini didominasi dengan aktivitas pertokoan. Sekira 50 meter berjalan dari pintu masuk utama atau Jalan Ketandan ke arah timur, nampak di kiri kanan jalan, mereka-mereka yang berjualan mulai dari kuliner hingga sandang.

Menyusuri hingga nyaris ke jantung pemukiman ini, kian nampak jelas segala dekorasi bergaya oriental yang terpampang di sudut-sudut bangunan. Macam lampion serta ornamen budaya Tionghoa lainnya. Pun dengan arsitektur bangunan yang didominasi cat merah dan kuning.

Simpang empat kecil menanti di titik tengah Kampoeng Ketandan. Dari situ, mulai terlihat satu ciri khas kawasan pecinan ini, yakni pertokoan emas dan perhiasan. Setidaknya, jumlahnya ada belasan di sepanjang Jalan Ketandan Lor. Belum lagi yang tidak beratap, alias hanya mengandalkan etalase kecil seukuran 1x1 meter berisikan alat timbang juga perkakas lain.

Maklum saja jumlahnya banyak. Mengingat lokasinya yang terhubung dengan Pasar Beringharjo yang berada  persis di selatan kawasan ini.

Baca Juga: Viral Kampung Ketandan Dikira Shanghai, Netizen: "Itu Jogja, Bambanx!"

2. Sudah ada sejak puluhan tahun lamanya

Kampung Ketandan Jogja, Serasa Berlibur di ShanghaiIDN Times/Tunggul Kumoro

Tan Poo Giok merupakan salah seorang pengusaha toko emas dan perhiasan di Kampoeng Ketandan. Tempat usahanya berada di Jl. Ketandan 38, Ngupasan, Gondomanan.

Dilihat dari gaya bangunannya, utamanya bagian etalase yang belum terlalu banyak terpengaruh modernisasi, toko milik Tan Poo Giok bisa dibilang salah satu dari yang paling tua di sana. Benar saja, pria kelahiran Juni 1945 itu memang sudah lama menetap di Kampoeng Ketandan, pun dengan bisnisnya.

"Toko ini sudah sejak tahun 50an. Waktu itu cuma beberapa toko, tapi saya nggak inget pasti berapa jumlahnya," kata Poo yang juga menjabat sebagai Sekretaris RT 20 Ketandan Kidul ini.

Para pengusaha toko emas yang menjamur kini bernaung dalam Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI) Kodya Yogyakarta. Meski Poo pribadi tidak mengetahui secara detail berapa anggotanya. "Karena tidak cuma yang di Ketandan saja, tapi yang di luar juga," sambungnya.

Mengenai kawasannya yang penuh akan pengusaha toko emas ini, Poo juga tak paham betul apakah itu sudah menjadi predikat bagi Kampoeng Ketandan maupun warganya. Yang ia tahu hanya sebatas informasi mengenai kebanyakan pengunjung deretan toko emas ini yang merupakan warga lokal.

"Umumnya warga lokal, kalau warga luar ya jarang. Biasanya mereka, wisatawan itu ya ke Kraton, Malioboro," katanya.

3. Gapura yang dikira Shanghai punya

Kampung Ketandan Jogja, Serasa Berlibur di ShanghaiIDN Times/Tunggul Kumoro

Lalu, untuk gapura berukir naga-nagaan yang dikira milik Shanghai, kata Poo, malah belum lama ini berdiri. Dan dibuat melalui inisiatif Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

"Baru berapa tahun gapura itu. Pembangunannya atas dasar gotong royong penanda pecinan," katanya.

Dengan adanya postingan viral kemarin pun, ia mengharap bisa menjadi kawasannya bisa kena imbas positif. "Oh ya, kita senang. Ya wisatawan bisa keliling-keliling," ungkapnya.

Salah satu agenda yang menurut Poo bisa jadi jujukan adalah ketika momen perayaan Tahun Baru Tionghoa tiba. Di mana biasanya ada bazaar terselenggara. "Lalu ada pekan budaya, festival. Itu banyak yang nonton, tapi kalau dari mana saya kurang paham," ucapnya.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata, Singgih Raharjo menambahkan, jika berdirinya gapura itu merupakan suatu bentuk kerja sama antara Yogyakarta dan Shanghai dalam bidang kebudayaan. "Dalam bentuk budaya kedua kota dan di dalam kesepakatan itu, kita menyediakan Rumah Budaya Shanghai di Kampoeng Ketandan," bebernya.

Soal ambil ramai di media sosial, Singgih juga sepakat manakala dijadikan momen untuk mendatangkan wisatawan. Beberapa yang jadi pertimbangan, seperti menghadirkan atraksi berbau budaya Tionghoa di sana.

"Belum kejadian, tapi siapa tahu bisa ada becak yang ditarik tenaga orang, lalu dari sisi penjual atau pedagang. Bisa berbusana khas semisal," katanya.

"Dinas pariwisata tidak sendirian juga, pelestarian bersama dinas kebudayaan. Kalau sudah siap, pasti kami promosikan. Tapi kan sekarang belum digarap secara optimal, seperti arsitektur, kemudian penyediaan travel pattern atau story tellingnya, ada tahapnya," tandasnya.

Baca Juga: Kisah Kampung Wijilan, Sentra Gudeg Yogyakarta Incaran Wisatawan

Topik:

  • Paulus Risang
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya