Grand Inna Malioboro. (Instagram.com/grandinnamalioboro)
Sejak dulu, hotel ini sudah terkenal mewah dan jadi favorit tamu-tamu asal Belanda saat berkunjung ke Yogyakarta. Bahkan, surat kabar De Express pernah mengabarkan kemegahan Grand Hotel de Djokja di edisi 18 September 1912. Hotel tersebut bahkan kerap disebut dalam berbagai buku atau panduan perjalanan ke Yogyakarta, salah satunya yakni buku Van Stockum’s Traveller Handbook for Dutch East Indies yang terbit tahun 1930.
Dirancang oleh arsitek bernama Harmsen dan Pagge, hotel ini terdiri dari bangunan utama dengan bagian samping kanan dan kirinya yang terdapat lima paviliun di mana gaya secara keseluruhannya sama dengan Oranje Hotel Surabaya, yakni bergaya Eropa dengan tetap memiliki sentuhan tradisional Jawa.
Mengutip laman resmi Dinas Kebudayaan DIY, perpaduan ini bisa dilihat dari bangunan yang tinggi dan pemakaian jendela-jendela besar yang merupakan ciri khas bangunan Eropa. Sedangkan unsur tradisionalnya berada di sisi atap karena mengusung model limasan yang gunanya untuk mengurangi volume air yang diterima pada bagian atap. Desainnya juga memperhatikan orientasi sinar matahari timur-barat dan menggunakan galeri keliling untuk melindungi dari tampias hujan.
Namun pada tahun 1929, hotel ini mengalami renovasi. Bukan hanya bagian paviliun yang diganti dengan bangunan bertingkat, tapi juga gaya bangunan Grand Hotel de Djokja hampir secara keseluruhan. Ciri khas bangunan pada masa ini adalah gaya arsitektur modern dengan didominasi bentuk ruang yang kaku, lugas, dominan warna putih, volume bangunan berbentuk kubus, dan sebagainya.