Kampung Ketandan. (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Lalu, untuk gapura berukir naga-nagaan yang dikira milik Shanghai, kata Poo, malah belum lama ini berdiri. Dan dibuat melalui inisiatif Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Baru berapa tahun gapura itu. Pembangunannya atas dasar gotong royong penanda pecinan," katanya.
Dengan adanya postingan viral kemarin pun, ia mengharap bisa menjadi kawasannya bisa kena imbas positif. "Oh ya, kita senang. Ya wisatawan bisa keliling-keliling," ungkapnya.
Salah satu agenda yang menurut Poo bisa jadi jujukan adalah ketika momen perayaan Tahun Baru Tionghoa tiba. Di mana biasanya ada bazaar terselenggara. "Lalu ada pekan budaya, festival. Itu banyak yang nonton, tapi kalau dari mana saya kurang paham," ucapnya.
Sementara Kepala Dinas Pariwisata, Singgih Raharjo menambahkan, jika berdirinya gapura itu merupakan suatu bentuk kerja sama antara Yogyakarta dan Shanghai dalam bidang kebudayaan. "Dalam bentuk budaya kedua kota dan di dalam kesepakatan itu, kita menyediakan Rumah Budaya Shanghai di Kampoeng Ketandan," bebernya.
Soal ambil ramai di media sosial, Singgih juga sepakat manakala dijadikan momen untuk mendatangkan wisatawan. Beberapa yang jadi pertimbangan, seperti menghadirkan atraksi berbau budaya Tionghoa di sana.
"Belum kejadian, tapi siapa tahu bisa ada becak yang ditarik tenaga orang, lalu dari sisi penjual atau pedagang. Bisa berbusana khas semisal," katanya.
"Dinas pariwisata tidak sendirian juga, pelestarian bersama dinas kebudayaan. Kalau sudah siap, pasti kami promosikan. Tapi kan sekarang belum digarap secara optimal, seperti arsitektur, kemudian penyediaan travel pattern atau story tellingnya, ada tahapnya," tandasnya.