Yogyakarta, IDN Times - Upacara adat Merti Golong Gilig merupakan tradisi rutin warga Kampung Dipowinatan. Berlangsung setiap tahunnya, upacara adat ini diawali sejak tahun 2010, sebagai penanda bergabungnya dua kampung menjadi satu, Kampung Dipowinatan. Upacara adat ini diawali dengan kirab bregada Diposatrio yang mengitari area perkampungan.
Mengenal Upacara Adat Merti Golong Gilig Kampung Wisata Dipowinatan

Intinya sih...
- Upacara adat Merti Golong Gilig di Kampung Dipowinatan berlangsung setiap tahun sejak 2010.
- Upacara ini dimaksudkan untuk memperbarui niat bersatu, golong gilig, dengan menyediakan makanan tradisional hingga modern secara gratis.
- Kampung Dipowinatan turut melibatkan generasi muda dalam promosi wisata dengan platform digital, guest house, homestay, dan cycling tour.
1. Golong Gilig bermakna persatuan
Upacara merti adat ini, merupakan gelaran adat garapan, yang diinisiasi oleh warga Kampung Dipowinatan untuk memperbarui niat bersatu, golong gilig. Digelar secara rutin sebagai bagian untuk mengingatkan warga agar terus menerus bersyukur dengan kehidupan yang tenteram, sejahtera, aman, dalam bentuk pesta rakyat.
“Merti Golong Gilig diselanggarakan tanggal 18 Agustus setiap tahun. Itu menggambarkan dua kampung yang bergabung menjadi satu, namanya Kampung Dipowinatan,” jelas Ketua Rukun Kampung Dipowinatan, Wisnubroto.
2. Bagikan gunungan bakpao dan arem-arem
Tak hanya kirab, warga juga menyediakan berbagai macam makanan. Mulai makanan tradisional hingga modern, yang disantap bersama-sama seluruh warga kampung yang hadir.
Simbolisasi pembagian makanan secara gratis tersebut diawali dengan kirab yang mengarak gunungan bakpao dan arem-arem. Kedua kuliner ini merupakan produk kuliner asli karya warga Kampung Dipowinatan. Berceritakan sejarah mata pencaharian warga pada masa lalu.
“Isinya bakpao dan arem-arem, karena pada waktu itu Terminal Taman Hiburan Rakyat (THR) masih di kampung kita, Dipowinatan. Para pedagang yang mayoritas merupakan warga di sini menjajakan dagangannya berupa bakpao dan arem-arem. Makanya gunungan ini isinya bakpao dan arem-arem,” katanya.
Pasca terminal pindah, warga mulai meninggalkan bakpao dan arem-arem. Walau begitu kuliner ini selalu dihadirkan dalam setiap Merti Golong-Gilig Dipowinatan. Sebagai wujud rasa syukur atas berkah masa lalu dan masa kini.
“Ini juga sebagai tanda syukur semua warga dengan menyediakan makan gratis untuk para pengunjung. Disimbolkan dengan gunungan bakpao dan arem-arem,” ujarnya.
3. Terminal pindah, Dipowinatan beralih menjadi kampung wisata
Kampung Wisata Dipowinatan pertama kali diresmikan pada 4 November 2006. Letaknya strategis lantaran dekat kawasan Malioboro dan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Konsep wisata yang dtonjolkan adalah rekreasi yang berpadu dengan warga, sekaligus membaur dengan unsur budaya dan lokalitas masyarakat.
Jika berkunjung di Kampung Dipowinatan, pengunjung akan menemui beberapa hal unik, yaitu seperti singgah ke rumah keluarga Jawa. Warga mengenakan pakaian adat Jawa, dan terdapat hiburan kesenian serta sajian kuliner khas Jawa.
“Alhamdulillah sampai saat ini masih bisa berjalan dengan baik, kita terus bersinergi dengan warga untuk mengembangkan UMKM di kampung ini. Untuk menjadi atraksi wisata kunjungan-kunjungan tamu dari asing maupun dalam negeri,” kata Sekretaris Rukun Kampun Dipowinatan, Mahadeva.
Kampung Dipowinatan turut melibatkan generasi muda dalam berpromosi, dengan meneyediakan platform digital sebagai media promosi kekinian. Tersedia pula guest house dan homestay yang menjadi rujukan hunian para wisatawan. Ditambah adanya program cycling tour. Berupa paket wisata berkeliling kampung dengan bersepeda.
“Anak mudanya promosi dengan reels atau video pendek menceritakan tentang keberadaan Kampung Dipowinatan agar lebih dikenal. Ada juga fasilitas dan paket guest house, homestay dan cycyling tour untuk para wisatawan,” pungkas Deva.