kebudayaan.kemdikbud.go.id/
Dikutip laman kratonjogja.id, Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi tidak persis berada dalam satu garis lurus. Karenanya, poros ketiga disebut sebagai sumbu imajiner. Sumbu nyata yang membentang utara selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Golong Gilig, keraton, dan Panggung Krapyak.
Dimulai dari Panggung Krapyak, letaknya kurang lebih 2 km dari Keraton Yogyakarta. Bangunan ini memiliki bentuk segi empat, tinggi kira-kira 10 meter, lebar 13 meter, dan panjang 13 meter yang dihubungkan dengan tangga kayu. Dulunya, Panggung Krapyak adaah tempat bagi Sri Sultan untuk menyaksikan prajurit atau kerabatnya berburu ngrapyak atau rusa.
Secara simbolis, tempat ini bermakna awal kelahiran atau rahim. Hal ini ditegaskan adanya kampung di sebelah barat laut bernama Mijen, yang berasal dari kata “wiji” atau benih. Di kawasan dulunya terdapat pohon asem dan tanjung yang ditanam di sepanjang jalan dari Panggung Krapyak menuju keraton. Sinom atau sebutan daun asam melambangkan anom muda. Sedangkan pohon tanjung adalah perlambang anak muda yang selalu disanjung-sanjung oleh lingkungannya.
Dilanjutkan dengan filosofi paran yang dimulai dari Tugu Golong Gilig atau yang kini banyak disebut dengan Tugu Jogja. Awalnya, Tugu Golong Gilig memiliki ketinggian 25 meter dengan puncak tugu berbentuk bola sehingga disebut “golong”. Sedangkan badan tugu, berbentuk kerucut terpancung yang berbentuk bulat panjang atau gilig. Warnanya yang putih, membuatnya disebut Tugu Pal Putih.
Tugu Golong Gilig melambangkan golonging cipta, rasa, lan karsa untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan warna putih melambangkan kesucian hati. Sebagaimana sumbu Panggung Krapyak menuju keraton, penamaan pada sumbu yang menghubungkan Tugu Golog Gilig dan Keraton Jogja juga memiliki filosofinya sendiri.