ilustrasi jejak pertambangan mangan (pexels.com/Vlad Chețan)
Pertambangan mangan Kliripan memiliki sejarah panjang, dimulai pada masa kolonial Belanda dan terus berlanjut hingga setelah kemerdekaan. Tambang mangan Kliripan dibangun oleh Ir. Van Delsen, seorang insinyur di zaman Hindia Belanda dan kemudian diresmikan pada 1894.
Sejak saat itu, Kliripan menjadi pusat aktivitas penambangan dengan hasil tambang mencapai puluhan ton per bulan. Banyak pekerja dan warga dari berbagai daerah berbondong-bondong ke Kliripan untuk mencari bahan baku mangan.
Pada masa itu, aktivitas pertambangan masih dilakukan secara manual. Para penambang menggali lubang di bawah tanah hingga membentuk sebuah terowongan. Terowongan Sunoto, Terowongan Lori, dan Terowongan Holiday – begitu mereka menamainya.
Tidak hanya penggalian mangan, di tempat itu juga dilakukan pengolahan sebelum diangkut ke Stasiun Bakungan yang saat ini dikenal dengan eks Halte Pakualaman.
Setelah masuknya pasokan listrik tepatnya pada tahun 1928, aktivitas pertambangan yang meliputi proses produksi dan pengiriman dikerjakan dengan alat yang lebih modern. Aktivitas pertambangan terus berlanjut hingga masa awal pemerintahan Republik Indonesia.
Kawasan tersebut bahkan ditetapkan sebagai kawasan strategis pertambangan nasional oleh Presiden Soekarno. Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas pertambangan terhambat oleh adanya air di terowongan sehingga pertambangan terpaksa ditutup.