Mangan Kliripan–Karangsari, Jejak Pertambangan Masa Kolonial

- Sejarah Pertambangan Mangan Kliripan-Karangsari
- Dibangun oleh Belanda pada 1894, tambang mangan Kliripan menjadi pusat penambangan dengan hasil puluhan ton per bulan. Aktivitas pertambangan terhambat oleh air di terowongan sehingga ditutup.
- Ditetapkan sebagai Kawasan Geoheritage dan Geopark Nasional
- Tambang mangan Kliripan ditetapkan sebagai warisan geologi pada tahun 2021 dan disulap menjadi destinasi wisata minat khusus. Situs Mangan Kliripan juga telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional Jogja.
- Satu-satunya situs di Jogja yang memiliki aneka macam bijih mangan
Di balik perbukitan hijau Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tersimpan kisah menarik tentang jejak-jejak Belanda yang masih eksis hingga kini. Dulu, daerah Kliripan–Karangsari ramai oleh aktivitas pertambangan mangan, logam penting yang jadi incaran sejak zaman kolonial.
Kini, kawasan bekas tambang itu telah berubah wajah. Dari lokasi industri pertambangan di masa lalu, Kliripan–Karangsari menjelma menjadi situs geoheritage (warisan geologi) dan kini telah ditetapkan sebagai situs Geopark Nasional Jogja oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Berikut adalah sejarah dan fakta menarik tentang eks pertambangan mangan di Kliripan-Karangsari, Jogja!
1. Sejarah Pertambangan Mangan Kliripan-Karangsari

Pertambangan mangan Kliripan memiliki sejarah panjang, dimulai pada masa kolonial Belanda dan terus berlanjut hingga setelah kemerdekaan. Tambang mangan Kliripan dibangun oleh Ir. Van Delsen, seorang insinyur di zaman Hindia Belanda dan kemudian diresmikan pada 1894.
Sejak saat itu, Kliripan menjadi pusat aktivitas penambangan dengan hasil tambang mencapai puluhan ton per bulan. Banyak pekerja dan warga dari berbagai daerah berbondong-bondong ke Kliripan untuk mencari bahan baku mangan.
Pada masa itu, aktivitas pertambangan masih dilakukan secara manual. Para penambang menggali lubang di bawah tanah hingga membentuk sebuah terowongan. Terowongan Sunoto, Terowongan Lori, dan Terowongan Holiday – begitu mereka menamainya.
Tidak hanya penggalian mangan, di tempat itu juga dilakukan pengolahan sebelum diangkut ke Stasiun Bakungan yang saat ini dikenal dengan eks Halte Pakualaman.
Setelah masuknya pasokan listrik tepatnya pada tahun 1928, aktivitas pertambangan yang meliputi proses produksi dan pengiriman dikerjakan dengan alat yang lebih modern. Aktivitas pertambangan terus berlanjut hingga masa awal pemerintahan Republik Indonesia.
Kawasan tersebut bahkan ditetapkan sebagai kawasan strategis pertambangan nasional oleh Presiden Soekarno. Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas pertambangan terhambat oleh adanya air di terowongan sehingga pertambangan terpaksa ditutup.
2. Ditetapkan sebagai Kawasan Geoheritage dan Geopark Nasional

Setelah ditutup, tambang mangan Kliripan ditetapkan sebagai salah satu warisan geologi atau geoheritage oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2021. Penetapan ini didasarkan kepada Keputusan Menteri ESDM Nomor 13.K/HK.1/MEM.G/2021 tentang Penetapan Warisan Geologi (Geoheritage) DIY.
Setelah ditetapkan sebagai geoheritage, eks pertambangan mangan yang berlokasi di Dusun Kliripan, Kalurahan Hargorejo, Kapanewon Kokap, Kulon Progo, DIY ini disulap menjadi destinasi wisata.
Kawasan ini akan dikembangkan untuk wisata minat khusus, seperti belajar pertambangan, geologi, atau susur terowongan. Rencana pengembangan kawasan ini pun didukung oleh pemerintah daerah dengan membangun sarana penunjang di sekitar terowongan bekas tambang pada 2022 lalu.
Rencana pembentukan wisata minat khusus ini pun disambut baik oleh masyarakat setempat. Bahkan, kawasan tersebut sudah dibangun desa wisata dan sudah dibentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis).
Terbaru, situs Mangan Kliripan ditetapkan sebagai Geopark Nasional Jogja berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 171.K/GL.01/MEM.G/2025 tentang Penetapan Taman Bumi (Geopark) Nasional Jogja, pada 7 Mei 2025.
3.Satu-satunya situs di Jogja yang memiliki aneka macam bijih mangan

Situs Mangan Kliripan–Karangsari merupakan salah satu lokasi penting di Indonesia yang menyimpan berbagai jenis endapan mangan, yang terbentuk di kawasan bekas aktivitas gunung api (busur vulkanik). Di tempat ini, ada dua jenis endapan mangan, yaitu primer dan sekunder.
Endapan primer, terbentuk dari aktivitas panas bumi (hidrotermal) yang berhubungan dengan gunung api bawah laut. Jenis ini disebut juga volcanogenic manganese deposit. Namun, karena sudah banyak ditambang sejak dulu, yang tersisa sekarang hanyalah batuan silika (sejenis kuarsa) hasil dari proses penggantian mineral (silisifikasi) di sekitar saluran keluarnya mineral.
Endapan sekunder, terbentuk dari hasil pelapukan atau penghancuran endapan primer, lalu terendapkan kembali sebagai lapisan sedimen. Endapan ini biasanya terlihat dalam bentuk lapisan tipis atau pecahan batu mangan.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kawasan Mangan Kliripan–Karangsari adalah satu-satunya situs di Yogyakarta yang memiliki beragam jenis bijih mangan. Beberapa di antaranya meliputi:
Mangan yang muncul bersama mineral kalsedon.
Kandungan mangan dalam tanah laterit.
Nodul mangan yang terbentuk di batu napal.
Lapisan mangan yang berada di antara tuf dan napal atau batugamping.
Mangan yang hadir sebagai pengisi rekahan batuan, baik dalam bentuk matriks maupun urat.
Beragam jenis singkapan bijih mangan ini dapat ditemukan di berbagai lokasi, seperti di terowongan tambang, lubang galian horizontal dan vertikal, tebing jalan, hingga lahan pertanian. Penyebarannya meliputi wilayah Kalurahan Karangsari (Kapanewon Pengasih), serta Kalurahan Hargorejo dan Hargowilis (Kapanewon Kokap).
Di tengah upaya pelestarian alam dan budaya, Situs Mangan Kliripan–Karangsari hadir sebagai ruang belajar terbuka tentang bumi, manusia, dan peninggalannya. Mangan mungkin tak lagi digali, tetapi nilai yang ditinggalkannya jauh lebih berharga dari sekadar logam: pengetahuan, kearifan lokal, dan harapan baru bagi warga Kulon Progo.