Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kotabaru Heritage Film Festival 2025 (instagram.com/kotabaruheritagefilmfestival)
Kotabaru Heritage Film Festival 2025 (instagram.com/kotabaruheritagefilmfestival)

Intinya sih...

  • Festival film dengan tema warisan budaya yang unik

  • Persiapan festival selama lima bulan penuh tantangan

  • Kerja sama tim menjadi kunci sukses di balik layar festival

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times – Kotabaru Heritage Film Festival (KHFF) 2025 resmi berakhir pada Sabtu (9/8/2025) malam. Festival yang digelar selama tiga hari di kompleks SMAN 3 Yogyakarta ini menghadirkan beragam program, mulai dari pemutaran film gratis, pameran, hingga Pasar Kobar yang menawarkan kuliner tempo dulu. Mengusung tema Film sebagai Ruang Kritik dan Negosiasi Budaya, KHFF tahun ini menjadi ruang pertemuan antara sinema dan warisan budaya.

Namun, di balik meriahnya layar tancap, diskusi publik, dan antusiasme penonton, terdapat kerja keras tim penyelenggara yang tak terlihat. Penulis berkesempatan mewawancarai Farida Novieti, Manajer Festival KHFF 2025, yang menceritakan tantangan dan cerita di balik layar gelaran ini.

1. Festival dengan tema yang melekat seumur hidup

Kotabaru Heritage Film Festival 2025 (IDN Times/Bonaventura Sigit/bt)

Berbeda dari festival film lain yang setiap tahunnya berganti tema, KHFF sejak awal memiliki fokus yang jelas: Warisan budaya. Menurut Farida, hal inilah yang membuat KHFF unik sekaligus menantang.

"Yang pertama, karena ini festival film yang sejak awal sudah bertema: Kotabaru Heritage Film Festival. Kalau festival lain biasanya membuat tema berbeda setiap tahun, di sini temanya sudah melekat di nama dan berlaku seterusnya,” ujarnya saat diwawancarai, Sabtu (9/8/2025).

Tema tersebut menjadi pembeda sekaligus tantangan dan membuat tim harus mencari film yang mengangkat unsur warisan budaya, baik benda maupun tak benda. Farida mengakui, konten seperti ini tidak populer sehingga berdampak pada jumlah penonton. Selain itu, penyelenggaraan di ruang terbuka kerap menimbulkan tantangan teknis, seperti gangguan suara dari luar.

“Masalahnya, topik seperti itu tidak terlalu populer, jadi efek turunannya secara massa atau penonton itu tidak sebegitu masif. Lalu, kendala teknis juga ada, misalnya saat pemutaran film di luar studio proper, suara dari luar bisa mengganggu,” pungkasnya.

2. Persiapan lima bulan yang penuh tantangan

Kotabaru Heritage Film Festival 2025 (IDN Times/Bonaventura Sigit/bt)

Farida menjelaskan, total waktu persiapan festival hanya sekitar lima bulan. Proses ini tidak mudah, terutama dalam kurasi film.

"Tantangan terbesarnya, karena temanya warisan budaya, mencari film yang sesuai itu sulit, walaupun sudah membuka submisi. Banyak film masuk, tapi tidak ada unsur warisan budayanya,” kata Farida. Tim kurator pun kesulitan mencari film yang memenuhi kriteria.

Dari sisi manajerial, tantangan datang karena KHFF merupakan program di bawah Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta yang juga menjalankan banyak program lain.

"Keterfokusannya atau timeline kerjanya itu jadi tidak sama," tambahnya. Kondisi ini menuntut tim untuk beradaptasi dengan jadwal dan sumber daya yang ada.

3. Suka duka di balik layar

Kotabaru Heritage Film Festival 2025 (IDN Times/Bonaventura Sigit/bt)

Meski menghadapi berbagai tantangan, Farida mengaku bagian paling ia nikmati adalah kolaborasi lintas divisi. Menurutnya, kerja sama tim menjadi salah satu kunci terlaksananya festival ini.

Namun, ia juga mencatat beberapa kendala teknis seperti yang dialami saat pemutaran film di luar studio yang proper. "Tadi habis nonton itu kan ada suara dari luar yang masuk, nah kayak gitu," ujarnya sambil tersenyum.

Farida berharap festival ini dapat terus berkembang dan semakin matang dalam persiapan maupun pelaksanaannya. Ia menilai waktu lima bulan persiapan masih terlalu singkat untuk menghasilkan program yang maksimal.

Menurutnya, idealnya KHFF tidak harus diadakan setiap tahun. Dengan jeda dua tahun sekali, panitia memiliki waktu lebih panjang untuk kurasi dan perencanaan, sehingga kualitas program dan pengalaman penonton dapat lebih optimal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team