Budi daya ikan nila.(IDN Times/Tunggul Damarjati)
Senada dengan Suradianto, Andy Noor Wijanarko (26), salah seorang anggota Karang Taruna Kampung Mrican menyebut dirinya sampai ngeri membayangkan pemandangan kampungnya dulu.
Bagaimana kampung bisa sedemikian kumuh, dan saluran irigasi yang polusinya bukan main ini airnya mengalir hingga daerah Wonokromo dan Jetis, Bantul. Padahal di sana dipakai untuk mengairi sawah.
"Akhirnya pemuda Kampung Mrican punya ide gagasan, kapan lagi kita beranjak dari stigma kampung kumuh," kata dia.
Tanpa babibu, sekira Januari 2019 para pemuda Karang Taruna mulai mengundang para warga Kampung Mrican yang tinggal di pinggiran area saluran irigasi. Mereka berembuk, menyamakan visi-misi dan membuat rencana kegiatan.
Maret 2019, warga dan pemuda mulai turun ke lapangan. Sedikit demi sedikit, memindah lokasi peternakan babi, menutup tempat pembuangan sampah 'ilegal', dan mengeruk dasar saluran irigasi.
"Dulu sebelum dikeruk, dalamnya cuma 60 centimeter. Habis dikeruk, sedada orang dewasa, satu meteran lah," beber Andy.
Sampah-sampah kiriman sebenarnya juga masih berdatangan. Maka dari itu dipasanglah jaring strimin buat menyaringnya.
"Semua swadaya. Seikhlasnya, baik materi atau tenaga, semua mendukung penuh. Ini kerja sosial," tegas Andy.
Di saat saluran irigasi berangsur normal, warga dan pemuda lanjut dengan menyasar taman bikinan PUPR 2015 lalu yang masih satu area. Direnovasi sedemikian rupa hingga tampak terawat.
"Berlangsungnya waktu, ada ide lagi bagaimana kalau dikasih ikan biar ekosistemnya tumbuh lagi," kata Andy.