Mengenal Gamelan Milik Keraton Jogja, Jumlahnya hingga 21

Masing-masing gamelan punya fungsi dan sejarahnya

Gamelan menjadi alat musik tradisional yang eksistensinya terus dijaga hingga saat ini. Keraton Jogja saati ini memiliki sebanyak 21 gamelan, yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu Gangsa Pakurmatan dan Gangsa Ageng. Penasaran apa saja perbedaan kedua gamelan tersebut? Yuk simak ulasannya berikut ini!

1. Gangsa Pakurmatan

Mengenal Gamelan Milik Keraton Jogja, Jumlahnya hingga 21Gamelan Kraton Jogja (kratonjogja.id)

Gangsa atau gamelan Pakurmatan dimainkan hanya  untuk mengiringi prosesi penting dan sakral. Gamelan ini terdiri dari Kanjeng Kiai Guntur Laut, Kanjeng Kiai Kebo Ganggang, Kanjeng Kiai Sekati, dan Gamelan Carabalen.

Kanjeng Kiai Guntur Laut atau yang disebut juga dengan Gangsa Monggang adalah gamelan yang paling sakral. Konon, gamelan ini sudah ada sejak zaman Majapahit dan hanya dimainkan saat upacara penobatan Sri Sultan, Garebeg, dan menyambut tamu sangat terhormat di keraton, serta pernikahan kerajaan.

Menurut laman Kraton Jogja, Kanjeng Kiai Guntur Laut diwariskan dari Kerajaan Mataram Islam kepada Keraton Yogyakarta setelah Perjanjian Giyanti. 

Hal ini tak berbeda dengan Kanjeng Kiai Kebo Ganggang yang juga warisan dari Kerajaan Mataram Islam, dan hanya dimainkan saat upacara-upacara penting Keraton Jogja. Kanjeng Kiai Kebo Ganggang biasanya dimainkan bersamaan dengan Kanjeng Kiai Guntur Laut. 

Selanjutnya terdapat Gangsa Sekati atau Kanjeng Kiai Sekati yang dimainkan saat Sekaten. Awalnya, Gangsa Sekati terdiri dari dua perangkat yakni Kanjeng Kiai Guntur Madu dan Kanjeng Kiai Guntur Sari. Namun setelah Perjanjian Gianti, masing-masing dibagi antara kepada Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya tedapat Gamelan Carabalen, dulunya digunakan untuk mengiringi Garebeg, saat ada tamu keraton, jemparingan atau panahan, dan mengiringi latihan baris-berbaris prajurit putri. Kini Gamelan Carabalen telah diletakkan Siti Hinggil Lor setelah sebelumnya sempat disimpan di Kepatihan.

2. Gangsa Ageng

Mengenal Gamelan Milik Keraton Jogja, Jumlahnya hingga 21Gangsa Ageng (twitter.com/kratonjogja)

Berbeda dengan Gangsa Pakurmatan yang hanya dimainkan saat acara penting nan sakral, Gangsa Ageng dimainkan ketika ada gelaran seni budaya di keraton. Gangsa Ageng juga memiliki instrumen yang lebih lengkap dibanding Gangsa Pakurmatan. Pertama adalah kanjeng Kiai Surak, gamelan yang dibawa oleh Pangeran Mangkubumi saat berperang melawan VOC, tujuannya untuk menggugah semangat juang para prajurit. Ketika kesultanan telah berdiri, gamelan berlaras slendro tersebut dimainkan untuk mengiringi Ngabekten dan adu banteng melawan macan.

Kedua, adalah Kanjeng Kiai Kancil Belik, merupakan gamelan yang didapat dari Kasunanan Surakarta setelah perjanjian Giyanti. Gamelan ini berlaras pelog dan ditabuh untuk mengiring kedatangan Sri Sultan pada upacara Ngabekten, mengiringi Krama Dalem atau pernikahan Sultan, dan Supitan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom atau Putra Mahkota.

Selanjutnya, Kanjeng Kiai Guntur Sari yang tak lain merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang berlaras pelog. Karena larasnya mirip dengan Gangsa Sekati, Kanjeng Kiai Guntur Sari juga digunakan saat berlatih acara Sekaten. Gamelan tersebut digunakan sebagai pengiring tari Beksan Trunajaya, Hajad Dalem Supitan dan Tetesan, dan Prajurit Langenastra saat Garebeg Mulud.

Sedangkan Kanjeng Kiai Marikangen gamelan berlaras slendro dan dimainkan untuk mengiringi prajurit putri Langenkusuma menuju alun-alun untuk berlatih perang. Di masa Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, gamelan peninggalan Sri Sultan HB III tersebut digunakan untuk mengiringi tari Bedhaya, wayang wong (ringgit tiyang), dan wayang kulit (ringgit wacucal).

Ada juga Kanjeng Kiai Panji dan Kanjeng Kiai Pusparana, yang tak lain adalah peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono V. Kedua gamelan tersebut berlaras slendro.

Selanjutnya Kanjeng Kiai Madukintir dan Kanjeng Kiai Siratmadu, di mana Kanjeng Kiai Madukintir berlaras slendro dan Kanjeng Kiai Siratmadu berlaras pelog. Keduanya dimainkan untuk mengiringi Wayang Wong, beksan atau pertunjukan tari, dan uyon-uyon atau karawitan. Dan, kedua gamelan ini adalah peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan diprakarsai oleh  Pangeran Purubaya, yang selanjutnya menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono VIII di tahun 1901.

Kanjeng Kiai Harjanagara dan Kanjeng Kiai Harjamulya sama dengan Kiai Madukintir dan Kanjeng Kiai Siratmadu yang digunakan untuk mengiringi wayang wong dan uyon-uyon. Kanjeng Kiai Harjanagara dan Kanjeng Kiai Harjamulya, adalah peninggalan dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII di mana Kanjeng Kiai Harjanegara memiliki laras slendro sedangkan Kanjeng Kiai Harjamulya memiliki laras pelog. 

Masih digunakan untuk mengiringi wayang wong dan uyon-uyon, Kanjeng Kiai Madumurti dengan laras slendro dan Kanjeng Kiai Madukusuma memiliki laras pelog. Kedua gamelan ini merupakan pemberian dari Li Jing Kim, warga keturunan Tionghoa yang sangat mencintai budaya Jawa kepada Sri Sultan Hamengku Buwono VIII tahun 1930. 

Kanjeng Kiai Sangumulya dan Kanjeng Kiai Sangumukti dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono X, tahun 1998. Kanjeng Kiai Sangumulya yang berlaras pelog dan Kanjeng Kiai Sangumukti berlaras slendro tersebut digunakan untuk mengiringi uyon-uyon, beksan, wayang golek, dan wayang kulit. 

Baca Juga: 6 Dapur Keraton Jogja dan Fungsinya, Ada yang Khusus Sajikan Teh

3. Perawatan Gamelan Keraton Jogja

Mengenal Gamelan Milik Keraton Jogja, Jumlahnya hingga 21Perawatan Gamelan Keraton Yogyakarta (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Semua Gangsa Ageng penempatannya dirotasi tiap beberapa tahun sekali untuk memastikan semuanya dirawat dengan baik , kecuali Kanjeng Kiai Kancil Belik dan Kanjeng Kiai Surak. Kanjeng Kiai Kancil Belik diletakkan di Gedhong Gangsa Lor, sedangkan Kanjeng Kiai Surak karena berusia lebih tua, diletakkan di Gedhong Gangsa Kidul, di mana kedua gangsa tersebut berlokasi di Plataran Kedhaton, berhadapan dengan Bangsal Kencana.

Setiap hari Jumat, salah satunya secara bergilir akan diperiksa dan dibersihkan oleh Abdi Dalem Kanca Gendhing. Apabila ditemukan adanya kerusakan tapi tidak bisa diperbaiki, maka akan dilebur lalu dibuat menjadi baru tanpa mengubah unsur logam pembuatnya. 

Baca Juga: 6 Motif Batik Dilarang Dipakai Masuk Keraton Jogja, Kamu Wajib Tahu!

Dyar Ayu Photo Community Writer Dyar Ayu

Jalan-jalan mencari penyu Alabiyu~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya