Sejarah Sentra Kulit Manding di Bantul, Jadi Favorit Turis Mancanegara

Produknya sudah dikirim sampai luar negeri

Intinya Sih...

  • Kerajinan kulit Manding terkenal hingga luar negeri
  • Penemuan kerajinan kulit bermula dari tiga pemuda lokal pada tahun 1947
  • Produk kerajinan kulit Manding tidak hanya populer di Jogja, tapi juga diekspor ke India, Australia, dan Belgia

Kalau mencari oleh-oleh dari Jogja selain makanan, biasanya akan terbesit batik baik yang disulap jadi sandal, kemeja, sampai daster. Padahal, ada rekomendasi lain yang tak kalah menawan dan berkualitas tapi harganya merakyat buat jadi bingkisan orang tersayang.

Salah satunya adalah kerajinan kulit Manding yang hasilnya sudah amat terkenal bahkan sampai luar negeri. Sentra Kulit Manding berlokasi di Kabupaten Bantul dan sudah berdiri puluhan tahun. Penasaran bagaimana sejarah dan apa saja yang dihasilkan di sini? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut!

1. Berawal dari tiga pemuda yang belajar membuat pelana kuda

Sejarah Sentra Kulit Manding di Bantul, Jadi Favorit Turis MancanegaraPotret produk kulit dari Desa Manding, Bantul (google.com/maps/Edward Kerajinan Kulit))

Sentra Kulit Manding tak serta merta menjadi wilayah yang warganya berkegiatan menghasilkan kriya. Justru, awalnya banyak dari mereka yang berpenghasilan dari sebagai tani yang menggarap sawah dan ladang.

Pada tahun 1947, tiga orang pemuda lokal yang diketahui bernama Ratno Suharjo, Prapto Sudarmo, dan Wardi Utomo melakukan perjalanan ke Kota Jogja. Ketiganya mendatangi Museum Kereta Kencana dan melihat adanya perajin pelana dari kulit. Bak menemukan ilham, mereka minta izin untuk ikut bekerja.

Ratno, Prapto, dan Wardi belajar sebagai perajin kulit selama sepuluh tahun hingga akhirnya dapat membuat pelana yang sesuai permintaan. Namun, ketiganya kemudian menyadari bahwa membuat pelana tidak relevan dengan daerah asal mereka.

Berbekal sisa-sisa kulit, Ratno menjajal menghasilkan ikat pinggang dan tas yang lalu ia jual di Pasar Ngasem. Siapa sangka, banyak turis luar negeri yang tertarik dan membeli hasil karya Ratno.

2. Dari lima belas jadi ratusan pekerja yang terserap

Sejarah Sentra Kulit Manding di Bantul, Jadi Favorit Turis MancanegaraPotret produk kulit dari Desa Manding, Bantul (google.com/maps/Harti leather)

Dengan niat mengubah desa asal mereka menjadi lebih berkemajuan, Ratno dan kedua temannya kembali ke desa dan menularkan ilmu sebagai perajin kulit. Diketahui dari berbagai sumber, awalnya hanya 15 orang yang belajar sebagai pengrajin. Lama kelamaan, permintaan pasar terhadap kerajinan kulit ini kian membludak.

Ratusan tenaga kerja berhasil terserap hingga tidak hanya ikat pinggang dan tas yang dihasilkan, tapi juga dompet hingga sepatu. Kerajinan dari Manding akhirnya tidak hanya dikirim di Jogja dan sekitarnya, melainkan sampai pasar luar negeri seperti India, Australia, bahkan Belgia.

Baca Juga: Sejarah Istana Kepresidenan Yogyakarta, 30 Tahun Dibangun Belanda 

3. Desa Manding yang kini jadi tujuan belanja kriya

Sejarah Sentra Kulit Manding di Bantul, Jadi Favorit Turis MancanegaraPotret produk kulit dari Desa Manding, Bantul (google.com/maps/Edward Kerajinan Kulit)

Kamu yang berminat belanja langsung aneka kerajinan kulit, bisa menuju Desa Manding, Sabdodadi, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sepanjang jalan kamu akan menemukan toko-toko dengan beragam produk.

Sebelum tahun 1980, belum ada toko yang menjadi showroom. Toko-toko tersebut muncul sejak Jogja kian populer sebagai destinasi wsiata dan dikelola secara turun temurun. Soal harga, satu toko dengan lainnya tentu tak bisa disamakan. Namun kualitasnya tentu sama baik, awet, dan stylish untuk dipakai sehari-hari. Eits, tapi tetap wajib hati-hati saat belanja supaya gak kalap, ya!

Baca Juga: Sejarah Grand Inna Malioboro, Hotel Pertama di Jogja

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya