Sejarah Gereja Bintaran, Gereja Jawa Pertama di Jogja Sejak 1933

Digagas karena ada diskriminasi pada pribumi

Yogyakarta dikenal sebagai kota yang masyarakatnya memiliki toleransi tinggi. Ada banyak rumah ibadah untuk tiap-tiap agama berdiri dengan kokoh, bahkan tak jarang yang sudah ada dari zaman penjajahan Belanda. Salah satunya yakni Gereja Santo Yusup Bintaran Yogyakarta.

Gereja Santo Yusup Bintaran dikenal sebagai gereja pertama yang berdiri di Yogyakarta dan hingga kini masih digunakan sebagai tempat beribadah pemeluk agama Katolik. Usianya sudah ratusan tahun dan kini menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi, berikut ini sejarah Gereja Bintaran yang menarik buat diketahui!

1. Dibangun untuk menampung pribumi pemeluk agama Katolik

Sejarah Gereja Bintaran, Gereja Jawa Pertama di Jogja Sejak 1933potret Gereja Bintaran (atmajayanews.wordpress.com)

Gereja Bintaran atau Gereja Santo Yusup Bintaran Yogyakarta atau yang juga dikenal dengan Gereja Jawa Pertama di Yogyakarta digagas pendiriannya oleh Romo H.Van Driessche, SJ, Bapak Dawoed (seorang katekis pribumi) dan juga Romo A. Van Kalken, SJ. Mereka memilih kampung Bintaran yang lokasinya dekat dengan Kali Code yang tempatnya berada di bagian timur.

Menurut laman Dinas Pariwisata Kota Jogja, gagasan pendirian gereja tersebut karena semakin banyak masyarakat lokal yang menjadi penganut Katolik pada tahun 1930-an. Sayangnya, sebelum dibangun Gereja Bintaran, Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji didominasi oleh jemaat dari keturunan Belanda dan Eropa lain.

Sedangkan masyarakat penganut Katolik dari Jawa memanfaatkan gudang yang berada di sisi timur gereja. Mereka pun tidak terbiasa duduk di kursi dan memilih buat bersimpuh di lantai beralaskan kain. Seiring bertambah banyak jumlah penganut Katolik dari masyarakat lokal, gudang tersebut jadi tak bisa menampung banyaknya jemaat yang ada dan digagaslah pembangunan gereja baru, khusus pribumi.

2. Dibangun dalam kurun waktu setahun saja

Sejarah Gereja Bintaran, Gereja Jawa Pertama di Jogja Sejak 1933potret Gereja Bintaran (atmajayanews.wordpress.com)

Pembangunan gereja dimulai tahun 1933 dan diresmikan tahun 1934, tepatnya pada hari Minggu, 8 April. Mengutip dari laman Keuskupan Agung Semarang, gereja tersebut diresmikan oleh oleh Mgr. A. Th. Van Hoof SJ, Vikaris Apolistik didampingi oleh Pastor Van Kalken SJ, Kepala Misi Jesuit di Jawa dan Pastor G. Riestra SJ, Pastor Kepala di Yogyakarta.

Pembangunan gereja menggunakan kontraktor milik Belanda bernama Naamloze Vennootschap (NV) “Hollandsche Beton Maatschappij” dan dibangun di atas tanah seluas 5024 m² dengan arsitektur yang indah dan megah, berbeda dengan gaya bangunan gereja lain di masa itu. Dan, ditunjuklah Romo A.A.C.M. de Kuyper,SJ dan Romo Albertus Soehijapranata, SJ sebagai pastor paroki pertama.

Baca Juga: Sejarah Lapas Wirogunan di Tamansiswa, Berdiri Sejak Zaman Kolonial

3. Menjadi rumah ibadah sekaligus tempat belajar dan bermasyarakat

Sejarah Gereja Bintaran, Gereja Jawa Pertama di Jogja Sejak 1933Gereja Santo Yusup Bintaran (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Gereja Bintaran tidak hanya berfungsi sebagai rumah ibadah. Mulai dari tahun 1937 banyak kegiatan masyarakat berkembang di sekitaran gereja. Sebut saja seperti jurnalistik untuk majalah gereja berbahasa Jawa bernama Swaratama dan kursus untuk wanita.

Dilanjutkan tahun 1947, muncul Sekolah Guru Katolik dan SMA de Britto di Bintaran, tepatnya menempati kompleks aula sebelah barat gereja. Ada juga sekolah lain yang berkembang di sini, yakni Santo Thomas atau yang saat ini lebih dikenal dengan SMA St. Thomas dan adanya Yayasan Marsudi Luhur. Kegiatan gereja kian semarak oleh terselenggaranya Kongres Umat Katolik dari seluruh Indonesia dan Kongres Partai Katolik, hingga pertemuan yang membahas pertimbangan menjadikan kompleks Gereja Bintaran sebagai cagar budaya.

Menurut laman Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi aule gereja pernah dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan pejabat negara laiknya Presiden Soekarno dengan Mgr. Soegiyapranoto. Bahkan di tahun kemerdekaan, tepatnya 1947-1948, Gereja Bintaran digunakan sebagai tempat pengungsian oleh penduduk sekitar.

Baca Juga: Sejarah dan Fakta Kampung Ketandan, Pusat Pecinan di Jogja

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya