Fakta dan Sejarah Selokan Mataram, Kanal Air untuk Hindari Romusha
Kanal air yang akan dilewati jalan tol Jogja-Bawen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Selokan Mataram, sebuah kanal irigasi dengan panjang mencapai 30,8 kilometer, memiliki sejarah panjang di Yogyakarta. Kanal ini menggambarkan jejak sejarah yang menghubungkan masa pendudukan Jepang dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melindungi masyarakat Yogyakarta dari kerja paksa Romusha. Awalnya bernama Gunsai Yoshiro, Selokan Mataram menjadi salah satu warisan berharga yang bukan hanya menyediakan pengairan bagi pertanian, tapi juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang signifikan, lho.
Inilah beberapa fakta dan sejarah Selokan Mataram yang bisa kamu baca dalam artikel ini. Disimak, yuk!
1. Sejarah panjang yang dimulai pada masa pendudukan Jepang
Sejarah Selokan Mataram dimulai pada tahun 1944, tepatnya pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Kanal ini, pada awalnya bernama Gunsai (Kanal) Yoshiro yang bermakna irigasi pertanian, dengan tujuan untuk mengalirkan air untuk mengairi areal pertanian yang luas. Pada waktu itu, Jepang memakai romusha (tenaga kerja paksa), untuk berbagai proyek besar, termasuk pembangunan Selokan Mataram ini.
Dalam upaya untuk melindungi masyarakatnya dari romusha, Sri Sultan HB IX kemudian mengambil kebijakan untuk bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan kanal ini secara lebih berdaya untuk sekitar. Jadi, HB IX melapor pada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah kering yang cuma menghasilkan singkong dan gaplek. Dengan dalih untuk menyetor lebih banyak hasil bumi pada pasukan Jepang, Sultan mengusulkan agar rakyat Yogyakarta dikerahkan untuk membuat saluran irigasi yang bisa mengairi lahan pertanian yang menghubungkan Sungai Progo di Barat dan Sungai Opak di Timur.
Untuk membangun Selokan Mataram, Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY mencatat jika kanal ini dibiayai Jepang senilai 1,6 juta gulden, melibatkan sekitar 1,2 juta buruh yang diupah dan 68 ribu sukarelawan yang dikenal dengan nama kerik aji. Sukarelawan ini tidak berikan upah, tapi mendapatkan makan.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.