Mitos Seputar Plengkung Gading, Bisa Netralkan Ilmu Hitam?
Benarkah Sultan juga tidak boleh lewat gapura satu ini?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Keistimewaan Kota Yogyakarta tidak lepas dari sederet legenda dan mitos turut mewarnainya. Selain pulung gantung, mitos mengenai Plengkung Gading juga santer di kalangan masyarakat setempat.
Plengkung Gading juga dikenal dengan sebutan Plengkung Nirbaya Gading. Penamaan "nirbaya" berasal dari kata "nir" yang berarti "tidak ada" dan "baya" yang artinya "berbahaya". Sehingga, menandakan wilayah yang aman tanpa ada bahaya yang mengancam.
Plengkung Gading berlokasi di Jl. Patehan Kidul, Kel. Patehan, Kemantren Kraton yang mana masih jadi bagian dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Lebih lanjut, berikut beberapa mitos yang turut menyelimuti Plengkung Gading.
1. Mulanya sebagai gapura pintu masuk
Plengkung Gading berwujud bangunan tembok yang kokoh dengan warna putih. Gapura ini memiliki sejenis mahkota di tepi atasnya. Wisatawan yang lewat di bawahnya harus melewati lorong pendek yang dibuka untuk umum.
Pada bagian atas, dulunya berfungsi sebagai benteng penjagaan. Ketika zaman perang berakhir, bagian atas biasanya dimanfaatkan pengunjung guna bersantai sambil menikmati pemandangan sore Kota Jogja.
Mulanya, Plengkung Gading ditujukan sebagai salah satu dari 5 pintu yang terhubung ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun, sejak pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I, jalur masuk lewat Plengkung Gading ditutup bagi Sultan yang masih hidup.
Baca Juga: Mitos-mitos Satu Suro yang Masih Dipercaya Hingga Kini
Baca Juga: 4 Keris Pusaka di Keraton Yogyakarta Ini Punya Nilai Sejarah Tinggi