TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Omah UGM Kotagede, Bangunan Tradisional yang Jadi Cagar Budaya

Kamu sudah pernah mampir ke sini, belum?

Potret Omah UGM Kotagede (google.com/maps/Ade Kusumastuti)

Saat mengunjungi Kotagede, Kota Yogyakarta, pernah gak sih kamu merasa seolah dibawa naik mesin waktu, yang membawa ke masa kerajaan dulu? Adanya Makam Raja-raja, Masjid Gedhe Mataram, sampai Pasar Legi Kotagede yang merupakan masjid tertua di Jogja kian memperkuat kesan bahwa kamu sedang berada di kisaran tahun 1500-an.

Tak sampai di situ, ada Omah UGM Kotagede yang usianya lebih dari dua abad. Buat menemukannya harus jeli karena berada di dalam gang. Penasaran bagaimana sejarah dan bentuknya? Yuk, simak ulasan berikut ini!

1. Sejarah Omah UGM Kotagede

Potret Omah UGM Kotagede saat gempa 2006 (chc.ft.ugm.ac.id)

Dilansir laman Jogja Cagar, bangunan ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1750-an, sehingga usianya sudah lebih dari 200 tahun. Konon awalnya Omah UGM Kotagede ini dimiliki oleh saudagar silver dan batik.

Dilansir laman Dinas Kebudayaan DIY, diketahui bahwa rumah tersebut diwariskan kepada Ir. Sutaat yang berprofesi sebagai tenaga pengajar di UGM. Selanjutnya Ir. Sutaat mewariskan rumah tersebut kepada keponakannya yang bernama Parto Darsono yang pada usia ke-96 tahun meninggal dunia tanpa sebelumnya meninggalkan pewaris terhadap rumah itu yang mengakibatkan tak terawat dan berantakan.

Ketika 2006 terjadi gempa besar berkekuatan 5,9 SR menimpa Jogja, Omah UGM Kotagede tak luput dari kerusakan. Sebagian besar bangunan yang terbuat dari kayu plus usia bangunan yang tak lagi muda membuat rumah tersebut rusak parah. Hingga akhirnya rumah tersebut dibeli oleh UGM dalam rangka program revitalisasi kawasan pusaka Kotagede berbasis 3K yakni Komunitas, Kerajinan, dan Kultural, serta menjadikan tempat ini sebagai Pusat Pergerakan Pelestarian.

2. Arsitektur Omah UGM Kotagede

Potret Omah UGM Kotagede (budaya.jogjaprov.go.id)

Secara keseluruhan, bentuk Omah UGM Kotagede bergaya Jawa tradisional yang memiliki empat tiang utama. Terdapat senthong kiwo dan senthong tengen di bagian dalamnya dan berhubungan langsung dengan teras. Sedangkan di bangunan utama sebelah sisi timur ada sebuah gandhok yang merupakan bangunan tambahan yang umumnya berbentuk memanjang di sisi kiri atau kanan rumah.

Selanjutnya kamu bisa menyaksikan berbagai dekorasi unik di sekitar rumah yang masih sangat tradisional. Seperti halnya padasan atau gentong yang dulunya digunakan untuk wudhu, kolam kecil, alat masak, sampai dengan sepeda onthel.

Baca Juga: Sejarah Gereja Bintaran, Gereja Jawa Pertama di Jogja Sejak 1933

Berita Terkini Lainnya