Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Alun-alun Utara Yogyakarta (Dok. Google Maps/Bu Mijo)

Intinya sih...

  • Alun-Alun Utara Jogja adalah area sakral dengan luas 300 x 300 m, menyimpan sejarah, makna, dan fungsi yang berkembang dari masa ke masa.
  • Alun-alun utara diresmikan bersamaan dengan pembangunan Keraton Jogja oleh Pangeran Mangkubumi. Terdapat dua pohon beringin yang memiliki makna filosofis dalam alun-alun ini.
  • Alun-Alun Utara pernah menjadi tempat pengaduan rakyat kepada sultan dan tempat diselenggarakannya acara Kasultanan Ngayogyakarta. Namun kini telah mengalami revitalisasi untuk mengembalikan nilai historis dan filosofisnya.

Alun-Alun Utara Jogja atau Alun-Alun Lor terletak di sisi utara atau bagian depan Keraton Yogyakarta. Salah satu landmark penting ini memiliki luas 300 x 300 m dan menyimpan sejarah, makna, serta fungsi yang terus berkembang dari masa ke masa.

Wisatawan yang datang dari arah Titik Nol Kilometer akan melihat hamparan pasir yang dikelilingi pagar. Meskipun saat ini tidak semua orang bisa masuk, alun-alun Lor pernah menjadi area publik yang dapat diakses oleh siapa saja.

Penasaran dengan sejarah, makna, dan fungsinya dari sebelum dan sesudah revitalisasi? Ulasan berikut akan menjawab rasa ingin tahumu.

1.Sejarah Alun-Alun Utara Jogja

Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta sekitar tahun 1857-1874. (Dok. Wereldmuseum Amsterdam)

Melansir dari kratonjogja.id, keberadaan alun-alun sebagai salah satu simbol bagian dari tata ruang ibu kota kerajaan sudah dipertahankan sejak jaman Majapahit. Konsep ini kemudian diadaptasi oleh banyak kota di Indonesia, di mana sebuah ruang terbuka disediakan tepat di depan pusat pemerintahan.

Alun-alun utara Jogja dibangun bersamaan dengan Pembangunan Kraton Jogja. Pendiri Kasultanan Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi, yang selanjutnya bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I, merupakan ahli filsafat dan arsitektur. Gabungan dari dua keahlian beliau inilah yang menyumbang struktur dan tata letak dari setiap elemen kraton, termasuk alun-alun utara. Tiap struktur dan tata letak di dalamnya sarat makna.

2.Makna alun-alun utara Jogja

alun-alun utara dengan 2 pohon beringin di tengahnya (kratonjogja.id)

Keraton Jogja dan bangunan-bangunan pendukungnya termasuk alun-alun utara diletakkan berdasarkan sumbu filosofis berupa garis imajiner yang membentang lurus antara Tugu Golong Giling dan Panggung Krapyak. Di tengah-tengah area dengan total seluas 90.000 m persegi ini terdapat 2 buah pohon beringin yang bernama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru.

Dewadaru berasal dari 2 kata, yakni dewa yang berarti Tuhan dan ndaru yang berarti wahyu. Pohon ini diletakkan di sebelah barat garis sumbu filosofis. Pohon ini merupakan simbol yang bermakna penggambaran hubungan manusia dengan Tuhan atau konsep hablumminallah.

Sementara itu, Janadaru merupakan simbol dari penggambaran hubungan manusia dengan sesamanya atau hablumminannas. Pohon tersebut terletak di sebelah timur garis sumbu filosofis.

Berbeda dengan alun-alun pada umumnya yang permukaannya ditutupi oleh tanah atau rerumputan, seluruh permukaan alun-alun utara ditutup oleh pasir. Pasir lembut ini menggambarkan laut tak berpantai yang merupakan perwujudan dari Tuhan dengan sifat Maha Tak Terhingga.

Jika ditarik kesimpulan, makna alun-alun utara beserta kedua pohon beringin di tengahnya menggambarkan konsep ‘manunggaling kawula Gusti’, atau bersatunya rakyat dengan rajanya dan bertemunya manusia dengan Tuhannya.

Selain terdapat 2 pohon beringin di tengah-tengahnya, alun-alun utara juga dikelilingi pohon beringin berjumlah 62. Jika ditotal, terdapat 64 pohon beringin yang menggambarkan usia Nabi Muhammad SAW dalam perhitungan jawa ketika beliau wafat.

3.Fungsi alun-alun utara

alun-alun utara jogja (google.com/Firdy Praditya Ferdiansyah (Piidit)

Pada masa lalu, alun-alun utara difungsikan sebagai tempat diselenggarakannya acara-acara Kasultanan Ngayogyakarta dan tempat pengaduan rakyat kepada sultan atau dosebut dengan laku pepe. Dalam praktik laku pepe, rakyat yang ingin mengadukan ketidakadilan ke Sultan akan duduk di bawah terik matahari (pepe) di tengah alun-alun dengan berpakaian putih.

Di sekitar alun-alun juga terdapat beberapa bangsal dengan fungsinya masing-masing, seperti Bangsal Pekapalan yang menjadi tempat berkumpulnya para bupati dan pejabat lainnya. Terdapat juga Bangsal Pangurakan yang berfungsi sebagai tempat ngurak atau mengusir warga yang melanggar aturan.

Ada juga Bangsal Balemangu yang berfungsi sebagai tempat pengadilan agama. Bangsal ini berjumlah 2 yang letaknya mengapit gerbang menuju masjid gedhe kauman.

4.Pergeseran fungsi

alun-alun utara jogja sempat menjadi area publik (google.com/Pambudi Lono)

Seiring dengan bergulirnya waktu, alun-alun utara mengalami pergeseran fungsi. Area ini sempat menjadi ruang publik yang dapat diakses oleh siapa saja. Bahkan, banyak pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di lokasi tersebut.

Alun-alun utara juga menjadi salah satu lokasi strategis berkumpulnya warga dan wisatawan yang ingin menikmati suasana Jogja. Keraton dan Masjid Agung yang terletak di sekitar alun-alun menambah daya tarik wisatawan.

Alun-alun utara juga menjadi pusat keramaian saat perayaan momen-momen tertentu, seperti  Pekan Raya Sekaten, Perayaan Grebeg Maulud Nabi, dan upacara keraton lainnya. Momen-momen tersebut biasanya juga dibarengi dengan acara pesta rakyat seperti pertunjukan seni budaya, pasar malam, dan konser musik.

5.Revitalisasi dan fungsi alun-alun utara Jogja saat ini

alun-alun utara Jogja setelah revitalisasi (instagram.com/dinaskebudayaankotajogja)

Revitalisasi Alun-alun Utara Yogyakarta dilakukan untuk mengembalikan nilai historis dan filosofis Keraton serta menciptakan ruang publik yang bersih dan nyaman. Pedagang kaki lima yang biasanya berjejer di sekitar lokasi alun-alun juga dilakukan relokasi.

Revitalisasi juga mencakup penggantian pasir dengan yang baru, sebab pasir lama sudah bercampur dengan tanah dan sampah. Diberlakukan juga pemasangan pagar mengelilingi alun-alun utara Jogja untuk mengembalikan kondisi Alun-alun Utara Yogyakarta seperti semula.

Setelah dilakukan revitalisasi, alun-alun jogja utara berfungsi kembali sebagai tempat yang dianggap sakral, bukan lagi rekreasi umum. Bahkan, salah satu tujuan dari pemagaran besi adalah untuk membatasi akses masuk. Kini, masyarakat umum tidak dapat masuk ke kawasan tersebut secara sembarangan.

Itulah perjalanan alun-alun utara Jogja, mulai dari sejarah, mengalami pergeseran fungsi, hingga revitalisasi yang mengembalikan fungsi awalnya sebagai tempat yang sakral dan bersejarah. Kamu masih bisa melihatnya dari luar pagar saat berkunjung ke Jogja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team