Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kenangan Sumarjono, Legenda PSIM Jogja Saat Juara Liga 2 di 2005

PSIM Yogyakarta meraih juara Liga 2 setelah di final menang atas Bhayangkara FC dengan skor 2-1. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
PSIM Yogyakarta meraih juara Liga 2 setelah di final menang atas Bhayangkara FC dengan skor 2-1. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
Intinya sih...
  • Sumarjono mengingat rasa kekeluargaan yang kuat di PSIM, sebagai tim tua dan penggagas lahirnya PSSI.
  • Ia menjaga soliditas tim sebagai kapten, merasakan bangga dan tanggung jawab atas keberhasilan PSIM juara pada 2005.
  • PSIM layak juara menurut Sumarjono, karena konsistensi dalam menjaga tujuan dan kerja kolektif seluruh elemen tim.

Yogyakarta, IDN Times - PSIM Yogyakarta berhasil memastikan langkah ke Liga 1 usai menjuarai Liga 2 Indonesia 2024/2025. Kemenangan 2-1 atas Bhayangkara FC di partai final membawa Laskar Mataram naik kasta dan mengakhiri penantian panjang sejak terakhir kali juara pada 2005.

Mengenang masa kejayaan dua dekade silam, nama Sumarjono menjadi salah satu yang tak bisa dilewatkan. Ia merupakan kapten tim yang mengantar PSIM menjuarai Divisi I pada 2005 dan mengamankan tiket promosi ke Divisi Utama 2006. Kini di usia 47 tahun, momen bersejarah itu masih membekas dalam ingatannya.

1. Mengingat rasa kekeluargaan yang kuat

PSIM Jogja 2025
Skuad PSIM Jogja pada 2005. (Dok. PSIM Jogja)

Bagi Sumarjono, nama PSIM tak sekadar klub sepak bola. “Kalau disebut dengan kata PSIM, tentunya kita langsung kembali ke masa lalu. PSIM adalah tim tua dan tim penggagas lahirnya PSSI,” ujar Marjono, sapaan akrabnya, dikutip dari laman resmi PSIM Jogja.

Tak hanya soal sejarah, PSIM juga menyimpan kenangan pribadi yang membekas dalam ingatannya. “Saya sebagai pemain langsung teringat bahwa kita pernah juara di Soreang, kita naik ke Divisi Utama,” lanjutnya.

Saat mengenang kompetisi tahun 2005, Marjono mengingat betul semangat tim yang kala itu didominasi pemain lokal. “Waktu itu memang kita dua kali hampir lolos. Tahun 2003 itu kita hampir lolos,” kenangnya. Meski ada pemain asing, menurutnya, semangat dan fanatisme pemain lokal menjadi kekuatan utama tim. “Teman-teman pemain lokal, fanatismenya sangat tinggi pada saat itu,” ujarnya.

Ia juga menyebut kondisi finansial tim saat itu belum sepenuhnya ideal. Namun hal itu tak dianggap sebagai hambatan besar. “Dari segi finansial, saat itu hanya cukup. Tidak kurang, tapi dianggap saja cukup,” jelasnya.

Menurut Marjono, yang paling berkesan adalah rasa kekeluargaan di tubuh tim. “Dari segi kekeluargaan sangat bagus sekali. Ya kalau kita berbicara PSIM, kekeluargaan nomor satu. Itu yang kita rasakan,” tuturnya. Ia pun yakin nilai tersebut masih menjadi bagian dari identitas PSIM hingga kini.

2. Menjaga soliditas tim sebagai kapten

Pertandingan final Liga 2 PSIM vs Bhayangkara FC. (IDN Times/Larasati Rey)
Pertandingan final Liga 2 PSIM vs Bhayangkara FC. (IDN Times/Larasati Rey)

Perasaan Marjono sempat campur aduk ketika PSIM gagal promosi pada 2003. Namun, kegagalan itu justru menjadi penyemangat untuk mewujudkan mimpi dua tahun kemudian. Ketika akhirnya membawa PSIM juara pada 2005, kebanggaannya pun berlipat.

“Merasa sangat bangga. Bisa menorehkan sejarah, bisa mengukir sejarah. Yang tidak lupa lagi, bisa membahagiakan masyarakat DIY,” ucapnya haru. Keberhasilan itu bukan hanya miliknya, tapi juga menjadi kebahagiaan bagi warga Jogja yang telah lama menanti momen tersebut.

Sebagai kapten, Marjono menyadari betul tanggung jawab yang ia emban. “Tentu saja itu menjadi tanggung jawab saya. Saya ditunjuk sebagai kapten itu adalah amanah,” ujarnya. Ia menjalani peran itu tanpa tekanan, dan berusaha menjadi jembatan antara pemain, pelatih, dan manajemen. “Tingkah laku kita itu adalah cerminan kita. Saya dijadikan panutan,” tambahnya.

Salah satu cara Marjono menjaga soliditas tim adalah dengan memastikan komunikasi berjalan baik. Ia terbuka terhadap keluhan dan masalah dari rekan-rekannya. “Tim itu kalau tidak banyak masalah, tim itu sehat, tim itu bagus,” katanya. Setiap keluhan disampaikan langsung ke pelatih, dan hubungannya dengan pelatih Sofyan Hadi pun berjalan erat. “Hubungan saya dengan pelatih sangat dekat sekali. Dan pelatih pun welcome dengan saya. Kita sering sharing,” ungkapnya.

Menurut Marjono, tantangan terbesar pada 2005 justru datang dari dalam tim itu sendiri. Ia harus menyatukan berbagai karakter pemain demi mencapai satu tujuan. “Seorang kapten itu harus menyatukan beberapa karakter. Kita harus mengikuti mereka. Kita harus welcome apa keluhannya mereka,” paparnya.

Dengan persiapan matang dan kepemimpinan pelatih Sofyan Hadi, rintangan demi rintangan akhirnya bisa dilewati. Bagi Marjono, kunci keberhasilan terletak pada tekad individu. “Tantangannya adalah diri sendiri, kita mau naik atau enggak. Saya berpikirnya seperti itu. Naik dan tidak itu tergantung pemain itu sendiri,” tegasnya.

3. PSIM layak juara

PSIM Yogyakarta meraih juara Liga 2 setelah di final menang atas Bhayangkara FC dengan skor 2-1. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
PSIM Yogyakarta meraih juara Liga 2 setelah di final menang atas Bhayangkara FC dengan skor 2-1. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Setelah pensiun, Marjono tetap mengikuti perjalanan PSIM Yogyakarta. Ia menilai, raihan gelar juara Pegadaian Liga 2 2024/2025 dan tiket ke Liga 1 2025/2026 sudah layak didapatkan Laskar Mataram. “Saya melihat tim ini bagus. Saya melihat dengan beberapa materi yang mana itu bisa bersaing dengan tim-tim lain,” ujarnya.

Menurutnya, kunci keberhasilan PSIM kali ini terletak pada konsistensi dalam menjaga tujuan. “Mau itu tim bagus atau tim jelek, yang penting tujuan kita mau menang atau kalah. Itu yang harus diingat,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa keberhasilan tersebut adalah hasil kerja kolektif seluruh elemen tim. “Bukan hanya pelatih, bukan hanya kiper, tapi tim,” katanya. Marjono percaya, kesatuan visi antara pemain, manajemen, dan suporter menjadi kekuatan utama di balik keberhasilan ini. “Jadi, semua itu saling terkait dan berjasa,” pungkasnya.

Sumarjono bukan sekadar mantan kapten. Ia adalah sosok yang merepresentasikan dedikasi dan kecintaan terhadap PSIM Yogyakarta. Kisahnya akan terus hidup dan menyertai langkah Laskar Mataram, ke mana pun klub ini melangkah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us