Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tak Punya Otak, Kenapa Ubur-ubur Bisa Bertahan Jutaan Tahun?

ilustrasi ubur-ubur (commons.wikimedia.org/W.carter)
Intinya sih...
  • Ubur-ubur bertahan tanpa otak berkat sistem saraf jaring yang tersebar di seluruh tubuh, memungkinkan reaksi cepat dan energi yang efisien.
  • Kemampuan regenerasi sel dan jaringan mereka membuat ubur-ubur tahan terhadap cedera, penyakit, dan penuaan, serta reproduksi yang adaptif.
  • Tubuh 95% air dan struktur gelatinous membuat ubur-ubur hemat energi, bisa hidup di berbagai kedalaman laut, serta berkembang pesat saat ekosistem laut terganggu.

Ubur-ubur adalah makhluk laut purba yang telah menghuni Bumi selama lebih dari 500 juta tahun, jauh sebelum dinosaurus muncul. Meski terlihat sederhana, bahkan tidak memiliki otak, hewan gelatinous ini justru menjadi salah satu spesies paling tangguh di planet ini. Kemampuan bertahan mereka melampaui banyak makhluk lain, termasuk yang memiliki struktur tubuh lebih kompleks. Lantas, bagaimana ubur-ubur bisa begitu sukses berevolusi tanpa organ vital seperti otak?

Keberhasilan ubur-ubur bertahan hidup bukanlah kebetulan, melainkan hasil adaptasi luar biasa terhadap lingkungan yang terus berubah. Dari sistem saraf yang unik hingga kemampuan reproduksi efisien, setiap aspek biologis mereka dirancang untuk bertahan dalam kondisi ekstrem. Fakta bahwa mereka selamat dari lima kali kepunahan massal membuktikan bahwa kecanggihan tidak selalu terletak pada kompleksitas. Berikut lima alasan mengapa ubur-ubur tetap eksis hingga kini, meski tanpa otak.

1. Sistem saraf jaring yang efisien

ilustrasi ubur-ubur (commons.wikimedia.org/Carl Kho)

Ubur-ubur tidak memiliki otak, tetapi mereka dilengkapi dengan sistem saraf jaring (nerve net) yang tersebar di seluruh tubuh. Jaringan ini memungkinkan mereka merespons rangsangan lingkungan dengan cepat, seperti menghindari predator atau menangkap mangsa. Tanpa pusat kendali tunggal, setiap bagian tubuh dapat bekerja secara independen, membuat reaksi mereka lebih fleksibel.

Sistem saraf jaring juga menghemat energi karena tidak memerlukan pemrosesan informasi yang rumit. Ketika ubur-ubur menyentuh sesuatu, sinyal langsung menyebar ke seluruh tubuh tanpa perlu "dipikirkan". Desain biologis ini sangat cocok untuk kehidupan di laut, di mana kecepatan reaksi seringkali lebih penting daripada kecerdasan. Inilah mengapa ubur-ubur tetap bisa bertahan meski dengan struktur saraf yang minimalis.

2. Kemampuan regenerasi yang luar biasa

ilustrasi ubur-ubur (commons.wikimedia.org/Lars Juhl Jensen)

Salah satu rahasia panjang umur ubur-ubur adalah kemampuan regenerasi sel dan jaringan yang mengagumkan. Beberapa spesies, seperti turritopsis dohrnii, bahkan dijuluki "ubur-ubur abadi" karena bisa kembali ke fase polip muda setelah dewasa. Proses ini, disebut transdiferensiasi, memungkinkan mereka menghindari kematian biologis secara alami.

Tidak seperti hewan lain yang bergantung pada organ kompleks untuk memperbaiki kerusakan, ubur-ubur bisa memulihkan diri dengan mekanisme seluler sederhana. Jika terluka, sel-sel mereka dapat berubah fungsi untuk menutupi bagian yang rusak. Fleksibilitas ini membuat mereka tahan terhadap cedera, penyakit, dan penuaan. Faktor yang sering memusnahkan spesies lain.

3. Reproduksi super cepat dan variatif

ilustrasi ubur-ubur (commons.wikimedia.org/Takuya Matsuyama)

Ubur-ubur memiliki strategi reproduksi yang sangat adaptif, mulai dari seksual, aseksual, hingga pembentukan tunas. Beberapa spesies bisa menghasilkan ratusan keturunan dalam waktu singkat, memastikan kelangsungan populasi meski banyak yang mati. Kecepatan reproduksi ini membuat mereka mudah mengolonisasi perairan baru.

Selain itu, siklus hidup ubur-ubur meliputi fase polip yang melekat di dasar laut dan fase medusa yang berenang bebas. Jika kondisi tidak mendukung, polip bisa "tidur" hingga lingkungan membaik. Kombinasi reproduksi cepat dan siklus hidup fleksibel ini membuat ubur-ubur sulit punah, bahkan saat terjadi perubahan iklim drastis.

4. Tubuh simpel tapi sangat adaptif

ilustrasi ubur-ubur (commons.wikimedia.org/W.carter)

Dengan tubuh yang 95% air dan tanpa tulang, ubur-ubur justru memiliki keunggulan tersembunyi. Struktur gelatinous mereka membuatnya hemat energi karena gak perlu banyak bergerak untuk tetap mengapung. Selain itu, bentuk tubuh yang lentur memungkinkan mereka hidup di berbagai kedalaman, dari permukaan hingga palung laut.

Ketahanan fisik ubur-ubur juga didukung oleh sel penyengat (nematocyst) yang efektif untuk bertahan dan berburu. Meski terlihat rapuh, mereka bisa bertahan di perairan dengan suhu ekstrem, kadar garam tinggi, atau polusi. Adaptasi ini membuktikan bahwa kesederhanaan justru bisa menjadi kunci survival jangka panjang.

5. Ketahanan terhadap perubahan lingkungan

ilustrasi ubur-ubur (commons.wikimedia.org/Pedro Szekely)

Ubur-ubur termasuk spesies pionir yang bisa berkembang pesat ketika ekosistem laut terganggu. Polusi, overfishing, dan pemanasan global justru menguntungkan mereka karena mengurangi predator alami seperti ikan dan penyu. Bahkan, beberapa perairan yang rusak kini didominasi oleh populasi ubur-ubur.

Fakta bahwa mereka bisa bertahan di zona laut mati (dead zones) dengan oksigen minim menunjukkan ketangguhan metabolisme mereka. Di saat banyak makhluk laut punah karena aktivitas manusia, ubur-ubur justru makin merajai lautan. Ini membuktikan bahwa dalam evolusi, yang menang bukan yang paling kuat, tapi yang paling bisa menyesuaikan diri.

Ubur-ubur membuktikan bahwa otak bukanlah syarat mutlak untuk bertahan hidup. Justru, kesederhanaan dan fleksibilitas menjadi senjata utama mereka menghadapi perubahan zaman selama ratusan juta tahun. Dari sistem sarif jaring hingga reproduksi serba cepat, setiap aspek biologis ubur-ubur dirancang untuk efisiensi maksimal. Mereka adalah bukti nyata bahwa di alam, yang paling adaptiflah yang akan terus eksis.

Di tengah ancaman kepunahan massal keenam, mungkin manusia perlu belajar dari ubur-ubur: bertahan hidup bukan tentang menjadi paling cerdas, tapi tentang menjadi paling tangguh menghadapi perubahan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us