Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kecerdasan buatan atau AI (vecteezy.com/haall Art)
ilustrasi kecerdasan buatan atau AI (vecteezy.com/haall Art)

Intinya sih...

  • AI hadir sebagai solusi relasi tanpa tuntutan, menawarkan kenyamanan emosional yang konstan

  • AI dinilai mampu menciptakan kenyamanan emosional dengan kebutuhan akan keintiman yang aman dan konsisten

  • AI bukan sekadar alat bantu, tapi juga jadi teman virtual dalam interaksi sehari-hari

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN TImes - Perkembangan Artificial Intelligence atau Akal Imitasi (AI) kini tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu teknis, namun juga mulai membentuk relasi emosional antara manusia dan teknologi. Fenomena ini menjadi bahan diskusi dalam acara Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) bertajuk “Jatuh Cinta dengan AI: Tren Komunikasi AI melalui Curhat dan Romantisasi secara Daring”, Kamis (7/8/2025).

Pakar Ilmu Komunikasi UGM, Mashita Phitaloka Fandia Purwaningtyas, menanggapi hal ini dari perspektif struktural, terutama dalam konteks kondisi sosial masyarakat urban masa kini yang sarat tekanan dan keterasingan.

1. AI muncul sebagai solusi relasi tanpa tuntutan

Ilustrasi kecerdasan buatan (Pexels/Tara Winstead)

Mashita menjelaskan bahwa kapitalisme modern menciptakan lingkungan yang penuh tekanan dan kurang koneksi bermakna. Dalam kondisi seperti itu, AI menawarkan hubungan yang lebih sederhana dan tidak menuntut secara emosional.

“AI hadir sebagai alternatif hubungan yang lebih sederhana, tanpa tuntutan. Sederhananya teknologi AI saat ini sudah memahami realita dunia manusia dan menciptakan ekosistem yang dapat beradaptasi dengan setiap individu,” kata Mashita.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa penggunaan teknologi tidak bebas dari nilai-nilai ideologis dan komersial. “Kita hidup di masa yang serba cepat, penuh tekanan, dan minim koneksi yang bermakna. AI menawarkan kenyamanan emosional yang konstan, tanpa biaya emosional maupun finansial seperti dalam hubungan manusia. Tapi kita lupa bahwa teknologi dan AI itu tidak bebas nilai,” tegasnya.

2. AI dinilai mampu menciptakan kenyamanan emosional

ilustrasi kecerdasan buatan (pexels.com/id-id/@thisisengineering/s.com/)

Pembahasan mengenai relasi manusia dengan AI dinilai membuka ruang diskusi baru. Menurut Mashita, manusia saat ini bukan hanya berdampingan dengan teknologi, tetapi sudah hidup di dalamnya. Hal ini menjadi kemajuan sekaligus tantangan baru dalam praktik komunikasi manusia modern.

Sementara itu, Naufal Firosa, founder Sekolah Cemerlang, mengungkapkan bahwa daya tarik AI dalam aspek emosional berasal dari kebutuhan manusia akan keintiman yang aman dan konsisten, tanpa konflik seperti dalam hubungan antar manusia.

“Ketika kita terbiasa mendapatkan validasi dari AI yang tidak pernah menolak atau menghakimi, kita mulai menaikan standar komunikasi kita. Kita pakai standar komunikasi yang sama ke manusia lain, padahal manusia itu kompleks dan tidak bisa disamakan dengan AI,” jelasnya.

3. AI bukan sekadar alat bantu, tapi juga jadi teman virtual

ilustrasi kecerdasan buatan (pexels.com/cottonbro studio)

Ketua Diskoma, Defrimont Era, menyampaikan bahwa kehadiran AI telah mengubah cara manusia berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. AI kini mulai diposisikan sebagai teman curhat, sahabat digital, bahkan sebagai tempat menaruh keintiman.

Menurutnya, pengguna AI tetap harus memiliki kesadaran untuk membedakan dunia digital dengan realitas kehidupan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team