Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Awan panas guguran Gunung Merapi pada Rabu (15/3/2022). (Dok. BPPTKG)
Awan panas guguran Gunung Merapi pada Rabu (15/3/2022). (Dok. BPPTKG)

Sleman, IDN Times - Tingkatkan kesiapsiagaan di lingkungan sekolah yang berada di kawasan ancaman bahaya Gunung Merapi, Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB) Goes To School kembali digelar. WLPB menjadi upaya mengurangi risiko bencana yang mungkin timbul.

Kegiatan ini diselenggarakan di SMPN 3 Turi, Senin (10/7/2023), dan SMPN 2 Pakem pada Rabu (12/7/2023). Sejak 5 November 2020, aktivitas Gunung Merapi berstatus Siaga (Level III), dengan ancaman utama awan panas guguran dominan mengarah ke Barat Daya. Ancaman risiko bencana erupsi dapat menjangkau wilayah desa-desa termasuk sekolah-sekolah yang berada di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.

"Dari kenyataan di lapangan tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh ancaman bahaya Gunung Merapi salah satunya adalah penyebaran informasi ancaman bahaya terkini dan upaya kesiapsiagaan masyarakat melalui kegiatan WLPB Goes To School," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso.

1. Diharap tumbuh kesadaran mitigasi

Awan panas guguran Gunung Merapi pada Senin (13/3/2022). (Dok. BPPTKG)

Untuk mempersiapkan sekolah dalam menghadapi potensi bencana erupsi Gunung Merapi, perlu dilakukan aktivasi program edukasi mitigasi bencana kepada peserta didik di tingkat sekolah menengah dan atas. Pihak penanggulangan bencana memiliki peran penting dalam hal ini, dengan memberikan pemahaman yang memadai mengenai mitigasi bencana sejak dini, terutama di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi.

Selain itu, penting juga untuk mengajarkan pola pikir yang mempertimbangkan risiko bencana dalam kehidupan sehari-hari kepada peserta didik, dengan harapan kesadaran terhadap pentingnya mitigasi akan tumbuh secara alami.

"Kemasan kegiatan ini juga harus mengedepankan interaktif dan komunikasi dua arah dari narasumber, fasilitator, pengajar dan peserta. Bahasa mitigasi perlu dikemas menarik, edukatif dan partisipatif dalam bentuk diskusi, permainan dan seni pertunjukan," ujar Agus.

2. Peserta didik jadi agen mitigasi bencana

Editorial Team