Ilustrasi pemakaman. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Menurut Kuswanto, warga yang menguburkan jenazah positif COVID-19 juga merasa waswas. Namun, hal itu terpaksa dilakukan karena petugas FPRB atau dari pemerintah Trimurti sama sekali tidak ada yang datang.
"Ini kan pasien positif, tapi kok kita tidak ada arahan apapun. Jadi penolakan pemakaman tanpa protokol kesehatan tidak benar," ungkapnya.
Kuswanto tak membantah jika ada kasus penolakan pemakaman pasien suspek COVID-19 dengan prokes di Lopati. Namun, kejadian itu bukan di RT 92, melainkan di RT 93.
"Itu kejadian bukan di RT 92, namun di RT 93 pada tanggal 18 Mei 2021 yang lalu. Jadi warga yang punya pendapat lain itu tidak berani melakukan intervensi di RT 92 terkait pemakaman. Namun di media kasus pertama dan kedua digabungkan sehingga terkesan ada penolakan pemakaman tanpa protokol kesehatan. Makanya dengan pemberitaan yang masih di media, warga sempat marah," ucapnya.
Tidak adanya tim pemakaman dari FPRB Kalurahan Trimurti, kata Kuswanto, diduga kuat karena ada permasalahan antara warga di RT 93 yakni A dengan Satgas (FPRB), sehingga kematian pasien positif COVID-19 warga RT 92 dianggap sama dengan RT 93.
"Kalau warga kami itu, intinya ikut arahan dari petugas namun ditunggu-tunggu tidak datang. Bahkan sampai selesai penguburan petugas juga tidak datang. Nah begitu datang kok membawa polisi dan TNI seperti akan menginterograsi kita. Kalau ada arahan itu warga pasti manut," tegasnya.