Direktur Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat BGN, Tengku Syahdana. (Dok. Istimewa)
Direktur Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Badan Gizi Nasional (BGN), Tengku Syahdana, menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan Program MBG. “Program ini tidak hanya bertujuan mengatasi masalah gizi anak, tapi juga untuk menggerakkan ekonomi dari desa, memberdayakan UMKM, dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Ia menjelaskan, setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai dapur umum MBG, ditargetkan mendistribusikan sekitar 3.000 hingga 4.000 porsi makanan per hari. Dalam operasionalnya, satu SPPG melibatkan tim lokal yang terdiri dari ahli gizi, akuntan, kepala dapur, serta 40 hingga 50 tenaga lokal seperti juru masak dan pengelola bahan baku.
“Kami mendorong agar seluruh tenaga direkrut dari lingkungan sekitar—dalam radius 500 meter dari dapur. Ini bentuk nyata dari pemberdayaan masyarakat berbasis wilayah,” tambahnya.
Program ini juga dinilai membuka peluang ekonomi bagi pelaku UMKM, termasuk peternak telur, petani sayur, penggilingan padi, dan pedagang ayam. Di DIY, dari total kebutuhan 276 dapur, baru 44 yang telah aktif. “Masih ada peluang besar. Dan kami pastikan pembayaran bahan baku serta insentif dilakukan cepat—bahkan dana talangan sudah disiapkan,” jelas Tengku.
Ia menambahkan, pemerintah pusat menargetkan perluasan program secara signifikan pada 2026. Dana sebesar Rp217,5 triliun telah disiapkan untuk menjangkau 82,9 juta anak di seluruh Indonesia, dengan 80 persen anggaran dibelanjakan langsung di desa. “Ini bukan hanya proyek gizi, ini gerakan ekonomi rakyat. Mari kita manfaatkan ini untuk gizi anak-anak kita sekaligus kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Acara ini menjadi wadah diskusi antara pemerintah, pelaku UMKM, dan komunitas masyarakat dalam merumuskan strategi pelaksanaan MBG yang inklusif dan berkelanjutan. Diharapkan, model yang dikembangkan di Sleman dapat dijadikan contoh bagi daerah lain di DIY.