Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sultan Sebut Lembaga Penyuluhan Klitih Tak Efektif dan Mahal

Tersangka kejahatan klitih diamankan Polres Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)
Tersangka kejahatan klitih diamankan Polres Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)

Yogyakarta, IDN Times - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, buka suara soal kasus kejahatan jalanan atau klitih yang belakangan marak di wilayahnya.

Sultan menyatakan, pihaknya tak pernah menutup mata akan fenomena kenakalan remaja menjurus kriminal ini.

1. Buat wadah penyuluhan

Sri Sultan Hamengku Buwono X. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Kata Sultan, Pemda DIY pernah mendirikan sebuah lembaga penyuluhan semenjak klitih ini mulai meresahkan. Fungsi dari lembaga ini adalah memberikan konsultasi kepada orangtua-saudara dari anak pelaku kenakalan remaja, termasuk kejahatan jalanan.

Misinya, mencari akar permasalahan dan mencegah perbuatan anak terulang kembali di kemudian hari.

"Saya punya pengalaman, kan ada, kami bentuk pada waktu itu satu lembaga seperti konsultan untuk ngatasi kenakalan anak. Tapi akhirnya kita juga harus bicara dengan orangtua, dengan saudara kalau dia punya kakak atau adik. Jadi semua itu harus kita kumpulkan, kita beri pemahaman untuk dialog," kata Sultan di Kantor BPK Perwakilan DIY, Kota Yogyakarta, Rabu (29/12/2021).

2. Kurang efektif dan mahal

Ilustrasi senjata tajam. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Namun ternyata dinamika di lapangan lebih rumit. Lembaga penyuluh ini terkendala dengan banyaknya jumlah sasaran, termasuk biaya operasional yang menurutnya mahal.

"Ya memang tidak mudah kalau seperti ini hanya 1 keluarga, nanti 10 orang klitih kan berarti 10 kepala keluarga. Tapi memerlukan biayanya pada waktu itu mereka minta begini ini Rp3-4 juta menangani 1 keluarga, bagi saya itu masih terlalu mahal. Kita perlu cari yang lain, yang lebih memungkinkan," bebernya.

Sultan meyakini perilaku, kenakalan, dan lingkungan para remaja yang turut mempengaruhi selalu berubah tiap waktunya. Oleh karenanya bentuk penanganannya tiap penyimpangannya harus bisa menyesuaikan.

"Mestinya kalau klitih itu ditangani ya, tapi mungkin memang kondisi riil itu berbeda. Anak-anak itu beda, dan mungkin pendidikan atau mungkin pengawasan juga kondisinya dulu sama sekarang beda," katanya.

 

3. Kepikiran Prayuwana

Imbauan stop klitih yang dipasang Polsek Ngemplak. (IDN Times/Siti Umaiyah)

Bicara soal kenakalan remaja, Sultan teringat sebuah lembaga pendidik anak konvensional di masa kecilnya. Namanya Prayuwana.

Kata Sultan, Prayuwana yang berlokasi di sekitar kawasan Patehan, Kecamatan Kraton dan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, itu adalah tempat menampung anak yang orangtuanya tak lagi mampu mengkondisikannya.

"Kalau orangtuanya kewalahan itu diserahkan pada provinsi, untuk dibina, dididik. Itu dulu ada namanya Prayuwana. Itu tempat pendidikan anak yang orangtuanya tidak mampu lagi," ungkapnya.

"Saya tidak tahu kondisi sekarang apakah hal seperti ini masih (relevan). Kalau enggak, nanti akhirnya anak-anak belum cukup umur tapi akhirnya bicaranya beda, pelanggaran hukum. Ini yang kami masih mendialogkan lebih jauh," pungkas Sultan.

Dua hari kemarin tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman bergema di media sosial Twitter. Tagar bergaung sebagai wujud kekhawatiran warganet akan kembali maraknya kasus klitih di DIY. Mereka meminta ketegasan pemerintah dan kepolisian.

Pemda DIY sendiri kini masih menggodok suatu program pembinaan anyar terhadap para pelaku kenakalan remaja, termasuk klitih. Sasarannya adalah anak bawah umur berhadapan dengan hukum berstatus diversi. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tunggul Damarjati
EditorTunggul Damarjati
Follow Us