Soal Insentif Nakes, Dinkes DIY Akui Rumitnya Proses Verifikasi

Tampik nakes haus insentif, IDI DIY: Risikonya mati!

Yogyakarta, IDN Times - Presiden Joko Widodo meminta agar insentif bagi tenaga medis yang menangani pasien COVID-19 dipercepat pencairannya. Disebutkannya, aturan pencairan insentif yang ada saat ini terlalu berbelit-belit.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri, insentif untuk para tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 di rumah sakit milik provinsi maupun lima kabupaten/kota di DIY masih menanti tahap verifikasi di PPSDM Kementerian Kesehatan.

"Kalau di DIY sudah kita usulkan semuanya, tanggal 10 juni DIY sudah mengusulkan tenaga kesehatan yang mendapatkan insentif karena beliau-belaiu ini menangani COVID-19," kata Ketua Tim Verifikator Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani COVID-19 Dinas Kesehatan DIY Yuli Kusumastuti ketika dihubungi, Senin (29/6).

Baca Juga: Insentif Tak Kunjung Cair, Nakes di Kabupaten Sleman Ngaku Pasrah

1. Insentif untuk tiga bulan

Soal Insentif Nakes, Dinkes DIY Akui Rumitnya Proses VerifikasiIlustrasi tenaga medis. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Dikatakan Yuli, insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 diberikan terhitung mulai bulan Maret 2020 sampai dengan bulan Mei 2020. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes/KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/278/2020 yang terbit 27 April 2020.

Dengan kata lain, belum ada satu pun tenaga medis di DIY sesuai kategori dalam Kepmenkes yang menerima insentif ini.

"Sepanjang yang saya tahu, belum ada (insentif yang turun)," tutur Yuli.

Yuli menuturkan, bahwa dia juga belum bisa menerawang kapan insentif ini bisa cair. Lantaran, memang masih dalam tahap verifikasi oleh Kemenkes.

2. Terkesan lambat

Soal Insentif Nakes, Dinkes DIY Akui Rumitnya Proses VerifikasiIlustrasi swab test (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Yuli mengatakan, tahap pengajuan sebenarnya tidak terlalu lama, namun juga tidak mudah.

"Sebetulnya kalau menurut saya tidak lama, karena memang Kepmenkes ini kan juga turunnya baru tanggal 27 April kalau tidak keliru. Sehingga kita terkesannya mendadak," terangnya.

Dalam waktu yang terbilang singkat, Dinkes DIY dan kabupaten/kota harus mendata serta mengusulkan identitas dokter spesialis, dokter umum, dan perawat dengan prosedur yang tidak sederhana.

"Caranya menghitung itu berawal dari jumlah pasiennya, dari berapa pasiennya, kemudian pasien segitu berapa dokter spesialisnya, berapa dokter umumnya. Jadi, logikanya semakin banyak pasien yang dirawat di rumah sakit itu, maka akan semakin banyak insentif yang diterima," urai dia.

Sementara masih ada tenaga medis lain yang masuk dalam kriteria penerima insentif. Sebut saja radiografer yang biasa mengambil rontgen pasien.

3. Beda jalur pengusulan antara provinsi dan kabupaten/kota

Soal Insentif Nakes, Dinkes DIY Akui Rumitnya Proses VerifikasiANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Disinggung mengenai berapa banyak tenaga medis penerima insentif ini, Yuli tak hafal detailnya. Intinya, secara garis besar mereka bekerja di rumah sakit rujukan penanganan COVID-19 milik provinsi, kabupaten/kota, serta swasta tipe B.

Rumah sakit milik provinsi ada enam, sedangkan dari kabupaten/kota sesuai SK Gubernur DIY ada 17. Rumah sakit di bawah pemerintah pusat dan kepunyaan TNI/Polri mekanisme pengajuannya tak melalui provinsi.

"Jadi, yang diusulkan provinsi itu RS provinsi, selebihnya RS tipe B swasta, seperti PKU, Bethesda, Panti Rapih, JIH dan RSA UGM. Kalau RS tipe B lainnya, seperti RS Wirosaban, RSUD wates, itu kan milik pemda kabupaten, itu diusulkan lewat dinkes kabupaten. Jadi jalurnya provinsi sendiri, kabupaten/kota sendiri," pungkasnya.

4. IDI DIY maklum

Soal Insentif Nakes, Dinkes DIY Akui Rumitnya Proses VerifikasiIlustrasi petugas medis (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah DIY, Joko Murdiyanto tak menampik soal rumitnya proses pengajuan insentif beserta verifikasinya. Meski, secara teknis dia kurang paham detailnya.

"Memang keinginan pemerintah bagus, tapi di sisi lain ternyata di lapangan enggak mudah penerapannya," kata Joko saat dihubungi.

Joko lebih menyarankan agar dana insentif langsung disalurkan ke rumah sakit yang lebih memahami pola kerja para tenaga medisnya. Walapun, di satu sisi tanggung jawab yang dipikul sangat besar. Tapi, ditegaskannya, dirinya tak lagi berada dalam manajemen rumah sakit sehingga apa yang disampaikannya hanya sekadar alternatif saja.

Sebagai Ketua IDI, dirinya bagaimanapun lebih memilih untuk mengawal agar bagaimana insentif itu bisa sampai ke tangan yang berhak.

"Saya sebagai Ketua IDI tentu mengawal agar bagaimana insentif itu sampai kepada personel, anggota IDI, secara baik dan benar. Gitu aja, sudah, titik," tegasnya.

Sekalian ia meluruskan soal anggapan sebagian masyarakat akan tenaga medis yang haus akan insentif.

"Saya baca kan begini, wah sekarang enak ya dokter di RS dapat tambahan sekian juta. Ooh, bukan semudah itu. Rp 15 juta itu kalau spesialis, itu kerjanya full sebulan. Siapa yang mau, dengan risiko mati. Jadi tolong diluruskan," ungkapnya.

"Orang tahunya dokter senang di atas penderitaan, sama sekali salah. Bukan gitu. Hampir semua dokter, siapa pun kalau suruh milih, (memilih) tidak ada COVID. Titik. Tolong digarisbawahi. Tulis tebal-tebal," tegasnya menutup.

Baca Juga: Kemenkeu Akui Ada Kendala Pemberian Stimulus Kesehatan dan Sosial 

https://www.youtube.com/embed/ukak_DGg7bo

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya