Partai Ummat Usul Pemilu Berbasis E-voting Blockchain, Hemat dan Aman

Partai Ummat klaim mekanisme ini mampu hemat Rp88 triliun

Yogyakarta, IDN Times - Partai Ummat mengusulkan gagasan pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang untuk menggunakan e-voting blockchain. Mekanisme ini disebut memiliki sejumlah keunggulan dibanding sistem pemungutan suara konvensional..

1. Minimalkan isu pelanggaran dan keamanan

Partai Ummat Usul Pemilu Berbasis E-voting Blockchain, Hemat dan AmanKetua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi. IDN Times/Tunggul Damarjati

Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menuturkan, mekanisme e-voting blockchain ini mampu menekan berbagai jenis pelanggaran pemilu yang selama ini ada.

"Pemilu 2019 itu ada 20 ribu laporan (pelanggaran) ke Bawaslu," kata Ridho di sela kunjungannya ke Kantor PP Muhammadiyah, Jumat (20/5/2022).

Menggunakan metode jaringan di mana mekanismenya tidak terpusat atau desentralisasi, e-voting blockchain mampu mengantisipasi isu keamanan dan transparansi. Negara maju seperti Jerman telah beralih ke mekanisme ini karena menyeruaknya dua isu tersebut.

"Dengan blockchain yang sistemnya desentralisasi. Insyallah itu secara IT hampir mustahil dibobol. Jadi isu keamanan justru kita membawa semangat pemilu yang jujur," ungkapnya

2. Besaran anggaran 25 kali lipat Pemilu 2004

Partai Ummat Usul Pemilu Berbasis E-voting Blockchain, Hemat dan AmanIlustrasi anggaran (ladypinem.com)

Menantu Amien Rais itu pun mengaku tak heran dengan anggaran fantastis yang disiapkan untuk Pemilu 2024. Jumlahnya, menurut dia, bahkan sempat diusulkan sampai Rp110 triliun.

"Jika dengan mekanisme yang sama (konvensional) itu pasti anggaran pasti membengkak. Kita lihat anggaran sekarang Rp110 triliun yang itu adalah 25 kali lipat Pemilu 2004 dan 4 kali lipat dari Pemilu 2019," katanya.

Padahal, menggunakan konsep e-voting blockchain anggaran sebesar itu bisa ditekan sedemikian rupa.

3. Klaim hemat anggaran Rp88 triliun

Partai Ummat Usul Pemilu Berbasis E-voting Blockchain, Hemat dan AmanIlustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Kalkulasi Ridho, menggunakan mekanisme e-voting blockchain mampu menekan anggaran pemilu hingga Rp88 miliar. Hal ini dihitung dengan melihat postur anggaran di KPU yang mencapai Rp75 triliun, sebanyak Rp46 triliun di antaranya dipakai untuk honor tim ad hoc. Pemakaian tinta, kertas, dan segala tetek bengek kelengkapan pemungutan suara mencapai Rp16 triliun.

Sedangkan skema e-voting blockchain sendiri tak memerlukan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sehingga, menurut Ridho, bisa meniadakan pengeluaran dari beban pembiayaan tim ad hoc, kertas, tinta.

Konsep e-voting blockchain yang mengedepankan keamanan juga meminimalisir kinerja dan pengeluaran Bawaslu sampai 80 persen dari total anggaran Rp33 triliun.

"Jadi bisa kita hemat minimal (total) Rp88 triliun. Bayangkan kalau Rp88 triliun kalau kita bangun kampus itu bisa berapa ratus. Kalau kita berikan ke beasiswa untuk mahasiswa S1 (berapa). Ingat sekarang kita sebenarnya mengalami krisis pendidikan tinggi," ujarnya.

Konsep pemilu berbasis e-voting blockchain sendiri, menurut Ridho, telah ia paparkan di depan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Besar harapannya, untuk bisa disebarluaskan melalui forum-forum atau kampus di bawah naungan Muhammadiyah.

"Dan narasi (e-voting blockchain) itu insyaallah akan kita coba sampaikan ke masyarakat dalam waktu dekat," tutupnya.

Baca Juga: UAS Ditolak Singapura, Partai Ummat: Terjadi Islamophobia 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya