Guru Besar UII: Acara Diskusi di UGM Bukan Gerakan Makar!

Diskusi membahas pemakzulan presiden secara historis

Sleman, IDN Times - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Nimatul Huda buka suara terkait acara diskusi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang dituduh sebagai gerakan makar.

Menurutnya, hal tersebut sama sekali tidak benar. Lantaran, acara yang sebelumnya bertajuk 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' itu hanya membahas seputar pemakzulan presiden beserta historinya.

Baca Juga: Dituduh Makar, Guru Besar UII Laporkan Dosen UGM

1. Tak singgung pemerintahan tertentu

Guru Besar UII: Acara Diskusi di UGM Bukan Gerakan Makar!Guru Besar Hukum Tata Negara UII, Nimatul Huda, melaporkan aksi teror dan pencemaran nama baik yang menimpanya ke Mapolda DIY, Selasa (2/6). IDN Times/Tunggul Damarjati

Dijumpai di Polda DIY, Nima menegaskan, ucapannya itu bisa dibuktikan lewat kerangka acuan kerja (TOR) acara diskusi tersebut. Sejak awal, panitia acara yang tak lain adalah komunitas Fakultas Hukum UGM (CLS) hanya memintanya sebagai narasumber mengupas tentang konsep pemakzulan dan kemungkinan diterapkannya di Indonesia.

"Kalau menurut TOR mereka (panitia) minta impeachment (pemakzulan) itu apa. Sejarahnya seperti apa, bagaimana impeachment di Indonesia, terus bagaimana impeachment setelah amandemen UUD. Itu saja sebenarnya," ungkap Nima, Selasa (2/6).

Sekalian Nima menegaskan, yang dibahas rencananya juga tak mengarah ke suatu pemerintahan.

"Nggak ada kata makar, pandemi dan kata Pak Jokowi (Joko Widodo) juga nggak ada di TOR-nya," tambah Nima menegaskan.

2. Tak campur tangan soal pergantian judul

Guru Besar UII: Acara Diskusi di UGM Bukan Gerakan Makar!Klarifikasi tema diskusi diunggah di IG clsfhugm

Selain terkesan diperhalus, judul acara terakhir menghilangkan kata 'pandemi' di dalamnya. Nima membantah terlibat penggantian tajuk ini. Dirinya sedari awal memang berniat memaparkan pemakzulan secara umum saja. Tanpa melihat kondisi suatu negara.

Namun, dia tak menampik menyampaikan beberapa permintaan terkait poster yang viral di media sosial.

"Kalau terkait tema itu urusan panitia. Saya usul foto diganti dan saya akan beri hadiah buku bagi penanyanya. Hadiah buku saya tentang impeachment. Jadi nggak ada pembicaraan terkait Pak Jokowi dalam komunikasi dengan mahasiswa. Nah saya nggak tahu kenapa dimasukkan kata-kata pandemi di dalamnya (judul awal)," bebernya.

Dengan kesepakatan awal itulah, Nima bersedia memenuhi permintaan jadi narasumber. Apalagi, ia yakin panitia juga tak akan menjerumuskannya. Mereka sudah kenal dekat.

Dirinya juga tidak memprediksi materi diskusi yang nihil pretensi politik di dalamnya ini sampai berbuntut teror. Pasalnya, Nima menilai apa yang hendak dipaparkan itu merupakan kajian biasa di mata kuliah hukum tata negara. Kalaupun bernada kritik, memang sudah jadi tugas lembaga akademik sebagai penyeimbang kebijakan pemerintah.

Sama seperti ketika para akademisi menyuarakan kritik terhadap RUU KPK beberapa waktu lalu. "Ketika pemerintah mengatakan pakai jalur hukum, kami juga sudah mendaftarkan ke MK. Artinya prosedural saja," sambung dia.

 

3. Nimatul kenal Bagas Pujilaksono

Guru Besar UII: Acara Diskusi di UGM Bukan Gerakan Makar!idn media

Perihal sosok Dosen Pascasarjana Tehnik UGM Bagas Pujilaksono Widyakanigara, Nima juga mengaku kenal. Termasuk, isi surat terbukanya yang mengomentari acara diskusi tadi dan kemudian ditayangkan sebuah media online, Nima sudah membacanya.

Hanya saja, Nima waktu itu enggan menanggapinya. "Pernyataan oleh Bagas Pujilaksono bahwa ini (acara diskusi) gerakan makar di Jogja. Nah saya gak bereaksi karena saya kenal dengan orang yang menulis itu. Saya pikir dia hanya main-main. Tapi, ternyata imbas dari viralnya statemennya mas Bagas akhirnya muncul teror," ujarnya.

Teror yang dialami Nima itu terjadi pada 28 dan 29 Mei lalu. Di mana rumahnya didatangi beberapa pria tak dikenal. Pintu kediamannya digedor-gedor. Bersamaan dengan itu, muncul pesan akan ancaman pembunuhan terhadap dirinya. Ia menengarai tulisan Bagas menjadi salah satu pemicunya.

Oleh karenanya, ia pada hari ini selain melaporkan kejadian teror yang dialaminya, juga mengadukan Bagas atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik.

4. Bukan kapasitas Bagas untuk berkomentar

Guru Besar UII: Acara Diskusi di UGM Bukan Gerakan Makar!Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil ditemui di Mapolda DIY. IDN Times/Tunggul Damarjati

Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil yang turut mendampingi Ni'matul ke Polda DIY dalam hal ini juga menilai bahwa Bagas tak sepatutnya menuliskan hal demikian melalui surat terbukanya. Di samping acara belum berjalan dan pada akhirnya batal, juga karena apa yang disampaikan Bagas bukanlah kompetensinya.

"Bapak yang terhormat Pak Bagas teradu saat ini kompetensinya bukan fakultas hukum, kan gitu. Kalau yang membuat opini orang Fakultas Hukum, terserah," tutur Abdul Jamil.

"Tapi, kalau dia yang membuat opini orang FH kenapa dia menyebut kata-kata yang gak pantas disebutkan. Itu namanya buka opini akademik. Opini akademik pure akademik, kalimatnya juga bagus. Ini kan gak. Kajian analisis mana yang dia sampaikan. Gak ada. Kata-kata yang di belakang itu menyakitkan Bu Nimatul Huda," tambah dia menegaskan.

Dia pun bersama para penasihat hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) UII berkomitmen terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Dengan harapan, bisa terselesaikan dan tak terulang dan kembali membahayakan dunia akademik di kemudian hari.

"Ya kita dampingi terus sampai pada proses yang benar. Karena ini sudah disampaikan kepada penegak hukum biarlah penegak hukum yang menilai. Apakah memang layak diteruskan atau tidak. Kalau memang tidak layak diteruskan apa alasannya. Kalau diteruskan ya monggo. Kami akan mengawal," tutupnya.

Baca Juga: Dosen Pascasarjana UGM Bantah Jadi Provokator Batalnya Diskusi

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya