(Ilustrasi pegawai salon di era pandemik) www.instagram.com/@rudyhadisuwarno.school
Salah satu transpuan di Ibu Kota Jawa Tengah, Ria Ardana menggantungkan hidupnya dengan bekerja di salon sebagai perias wajah. Namun, saat pandemik mendadak kehilangan pekerjaan.
‘’Dulu sebelum pandemik saya bekerja di salon yang berlokasi di lokalisasi Sunan Kuning. Namun karena ada COVID-19, salon menjadi sepi. Pelanggan jadi takut datang ke salon, selain itu dana mereka juga mepet kalau mau nyalon,’’ tuturnya saat ditemui secara virtual, Jumat (26/2/2021).
Kondisi itu berdampak pada penghasilan Ria. Jika biasanya sebulan dia bisa mengantongi sekitar Rp4 juta - Rp5 juta dari bekerja di salon dan menyanyi, saat pandemik pendapatannya turun drastis menjadi Rp300 ribu per bulan.
Demi bertahan hidup, Ria banting setir beralih pekerjaan menjadi pekerja seks secara online. ‘’Gara-gara pandemik, ya akhirnya saya ‘nyambi’ menjajakan diri. Namun, itu pun tidak dengan cara mangkal di jalanan, tapi secara online. Sebab, kalau mangkal nanti takut kena razia atau premanisme,’’ ungkapnya.
Jalan itu terpaksa dilalui Ria karena himpitan ekonomi di masa pandemik. Sebab, hanya cara itu yang bisa dilakukan, karena pekerjaan lain tidak bisa menjanjikan.
‘’Lha kita mau kerja di sektor formal seperti kerja kantoran saja tidak diterima. Misalkan mau kerja pabrik, di sana kita dipaksa harus menjadi laki-laki, hai itu tentu saja membuat tidak nyaman dan tidak bisa mengekspresikan diri,’’ ujar transpuan yang mengenyam pendidikan hingga jenjang SMA itu.
“Gak (tidak). Nyantai. Sibuk apa. Wong sepi kerjaan,”
Begitulah jawaban Tariska saat dihubungi IDN Times pada Kamis (25/2/2021) siang. Tariska bercerita saat ini ia dan teman-temannya di Bali tidak segan mengambil pekerjaan yang jauh dari profesinya sebelumnya. Temannya yang sudah melakukan operasi payudara, namun karena kondisi pandemik ini, harus beralih menjadi kuli bangunan demi bertahan di Bali.
“Beda jauh. Yang sekarang dilakukan intinya sekedar bertahan hidup. Mengharapkan pengurangan atau pelonggaran PPKM, PSBB itu. Dilonggarin, dilonggarin, makin ada celah kami bergerak. Mengharapkan itu sebenarnya,” jelasnya.
Hal yang sama dirasakan seorang Queer Transgender Perempuan (Transpuan) asal Kabupaten Jembrana, Bali yang terkenal dengan nama panggung Meghan Kimoralez harus mengirit uang untuk makan.
Kimora harus pandai mengatur keuangan rumah tangganya. Gaji Rp2,9 juta per bulan yang diterimanya saat ini hanya cukup untuk membayar indekos, uang makan, dan keperluan anak serta istrinya.
“Di keluarga Kimora sih masih cukup. Cuman kalau dibilang kurang ya masih kurang. Cuman dicukup-cukupin gitu. Sekarang ditata banget tuh uang makan, agak dikurang-kurangin gitu. Sekarang gak sering nyemilnya. Pokoknya ditata supaya gak berlebihan. Ditata supaya cukup,” jelasnya.
Ilustrasi banjir. ANTARA FOTO/Fauzan
Masalah transpuan di Tangerang bertambah dengan bencana banjir. Rikki MF bercerita saat ini banyak transpuan yang sakit karena kehujanan dan tidak bisa mengamen.
"Bahkan minggu lalu saat banjir di Tanggerang, teman transpuan yang mengamen ada yang ditolak warga masuk Kampung dengan alasan bikin banjir (pembawa sial)," kata Rikky.
Akibatnya mereka tak sanggup membayar sewa kontrakan tempat tinggal. "Aku pernah dengar ada yang terancam diusir karena tidak sanggup bayar tempat tinggal karena penghasilan mereka berkurang drastis," kata dia.