Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App

Tolak UU TNI dan Bela Mahasiswa, Perempuan Jogja Turun ke Jalan

(IDN Times/Febriana Sintasari)

Kota Yogyakarta, IDN Times - Komunitas Suara Ibu Indonesia menggelar aksi di Titik Nol Kilometer Jogja pada Sabtu (29/3/2025). 

Dalam aksinya, mereka membawa sejumlah poster. Sejumlah poster yang dibawa berisi tulisan seperti “Kalau TNI Duduk di Kursi Sipil Kami Duduk Dimana?", “Jangan Anggap Kami Lemah, Kami Lindungi yang Dianiaya” serta “Kami Melahirkan Anak Bangsa, Bukan Tumbal Kekuasaan.”

1. Prihatin atas aksi kekerasan

Dalam aksinya Mereka menyatakan keprihatinan yang mendalam atas berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap mahasiswa yang sedang melakukan aksi demonstrasi belakangan ini. 

“Kami hadir di sini karena rasa cinta pada negeri ini. Laporan dari Kontras menyebutkan ada 136 kasus kekerasan yang dilakukan oleh polisi dan 12 kasus kekerasan yang dilakukan oleh personel TNI dalam aksi-aksib elakangan ini. Saat mahasiswa sedang mendapatkan perawatan dari medis pun, mereka mendapatkan perlakuan kekerasan,” kata Koordinator Lapangan Aksi, Sari Oktafiana.

2. Kekerasan melanggar HAM

Sari menambahkan aparat juga melakukan tindakan represif kepada tim medis dan jurnalis. Praktik kekerasan ini, kata Sari, melanggar hak asasi manusia, mengancam kebebasan berpendapat, dan melawan konstitusi. 

Praktik kekerasan pada warga sipil adalah salah satu tanda kemunduran kualitas demokrasi di Indonesia dan praktik menyempitkan ruang sipil.

“Polisi dan tentaraa dalah aparat negara yang memiliki keabsahan untuk menggunakan senjata untukm empertahankan negara, tapi bukan untuk memukuli mahasiswa,” ujarnya. 

Menurut Sari, demonstrasi adalah bentuk praktik demokrasi yang sehat. Aparat seharusnya mengedepankan pendekatan yang humanis, persuasif, dan terbuka terhadap dialog, bukanm erespons dengan kekerasan.

“Kita pernah memiliki sejarah kelam praktik pembungkaman suara masyarakat, praktik kekerasan, penculikan warga sipil, bahkan pembunuhan aktivis dan mahasiswa. Kami tidak menginginkan sejarah gelap itu terulang lagi. Sudah saatnya aparat, baik polisi maupun TNI, mengevaluasi ulang pendekatan mereka dalam merespons aspirasi publik, serta berbenah diri dalam menyikapi aksi Demonstrasi,” jelasnya

3. Batalkan UU TNI

Dalam aksinya, mereka juga mendesak pemerintah untuk segera membatalkan Undang-Undang TNI dan menolak Rancangan Undang-Undang Polri. Kedua regulasi ini berpotensi memperluas peran aparat keamanan—baik militer maupun kepolisian—dalam kehidupan sipil.

Hal ini, kata Sari, membuka ruang bagi menguatnya militerisme, menyempitkan ruang sipil, memperburuk situasi hak asasi manusia di Indonesia, dan meningkatkan potensi kembalinya otoritarianisme.

“Keterlibatan aparat keamanan dalam urusan sipil, hanya akan memperpanjang siklus kekerasan dan mempersempit ruang demokrasi bagi masyarakat,” ungkapnya.

4. Pernyataan sikap Ibu-ibu dan perempuan Jogja

Sebagai ibu-ibu yang cinta dan peduli pada masa depan bangsa, pada generasi muda, mereka mengeluarkan sejumlah sikap.

Pertama, menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap demonstrasi mahasiswa. Kedua, menindak tegas aparat yang melakukan tindakan represif dan melanggarHAM. Ketiga, membatalkan Undang-Undang TNI dan Rancangan Undang-Undang Polri yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil. Keempat, menjamin ruang demokrasi yang aman bagi generasi muda untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa rasa takut. Serta kelima mendorong solidaritas sesama kelompok masyarakat sipil agar tidak mudah diadu domba dalam melawan otoritarianisme dan praktik kekerasan oleh negara.

“Kami akan terus mengawal isu ini untuk berdiri bersama mahasiswa dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih baik. Hidup Mahasiswa! Hidup Demokrasi! Hidup Ibu dan Perempuan Indonesia!”

Share
Editorial Team