Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri, Sultan Hamengku Buwono X. (Dok. IStimewa)
Sebelumnya, Pemda DIY juga menggelar Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi bersama Lurah dan Pamong Kalurahan se-DIY di Monumen Jogja Kembali, Sabtu (28/10/2023) lalu. Menjelang Pemilu 2024 nanti, bisa terjadi kegaduhan di antara masyarakat untuk menonjolkan calon pilihannya masing-masing.
Di dunia nyata tersebar baliho, pamflet, spanduk, dan iklan, juga ditingkahi oleh riuhnya pidato politik. Di dunia maya, media sosial pun kerap menjadi kubangan pergunjingan sosial, seiring kemampuannya menjadi alat yang ampuh, sebagai senjata dalam pertarungan politik. Sri Sultan menyampaikan kondisi seperti ini bisa menyebabkan polarisasi dalam masyarakat.
“Dalam polarisasi, proses komunikasi semacam itu, tidak punya niat pada keinginan untuk berunding, malah cenderung menjadi etalase ego pribadi, di mana seorang amatir pun dapat bertingkah layaknya politisi atau ahli. Sudah bukan rahasia, berita di media sosial kerap dijadikan alat konfirmasi keyakinan bagi masing-masing kubu, yang terlanjur berlumur kebenaran versinya sendiri. Di era post-truth inilah, fakta bersaing dengan hoaks dan kebohongan untuk dipercaya,” ungkap Sri Sultan.
Gubernur DIY menekankan, agar masyarakat penting mewaspadai potensi bahaya dari polarisasi. Perlu ada pemahaman bersama, bahwa beda pandangan politik sah-sah saja, namun kedewasaan berpikir mutlak diperlukan. Karena, ada kekhawatiran soal keIndonesiaan, seiring lunturnya persaudaraan, dan luruhnya Indonesia sebagai rumah bersama, hanya karena kontestasi politik semata.