Tim Peneliti UGM Kembangkan Teknologi Pendeteksi TBC Berbasis AI

Intinya sih...
- Teknologi AI UGM kembangkan perangkat lunak CAD untuk meningkatkan efektivitas skrining TBC secara cepat dan akurat.
- Penelitian juga menargetkan pemerataan akses layanan kesehatan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
- Tim peneliti UGM berharap teknologi CAD dapat membantu tenaga kesehatan di daerah terpencil dalam upaya eliminasi TBC di Indonesia.
Sleman, IDN Times - Teknologi pendeteksi tuberkulosis (TBC) berbasis kecerdasan buatan (AI) tengah dikembangkan tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM).
Peneliti Pusat Kedokteran Tropis UGM Antonia Morita menjelaskan tim peneliti merancang perangkat lunak computer-aided detection (CAD) untuk membantu tenaga kesehatan dalam menganalisis hasil rontgen dada guna meningkatkan efektivitas skrining TBC secara lebih cepat dan akurat.
Selain meningkatkan akurasi diagnosis, penelitian tersebut juga menargetkan pemerataan akses layanan kesehatan. Morita menambahkan inovasi tersebut diharapkan menjadi solusi atas ketergantungan Indonesia terhadap teknologi impor dalam pencarian kasus TBC secara aktif.
"Kita sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan teknologi ini sendiri, apalagi dengan jumlah kasus yang tinggi," ujar Morita.
1. Soroti tantangan kelompok rentan
Morita mengungkapkan para peneliti menyoroti tantangan yang dihadapi kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat di daerah terpencil dalam mendapatkan layanan TBC. Budaya patriarki di banyak daerah, kata Morita, masih menjadi penghalang bagi perempuan dalam mengakses layanan kesehatan.
Sementara, penyandang disabilitas kerap menghadapi kendala fisik maupun sosial dalam mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan. Ia menyebutkan Indonesia saat ini menempati peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TBC terbanyak.
Dari estimasi sekitar 1.060.000 kasus, baru sekitar 81 persen yang telah terdiagnosis. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan cakupan deteksi mencapai 100 persen dengan memanfaatkan teknologi seperti CAD.
"Oleh karena itu, upaya deteksi dini menjadi langkah krusial dalam mempercepat eliminasi TBC di Indonesia," ujar Morita.
2. Dukung langkah Kementerian Kesehatan
Tim peneliti UGM, kata Morita, menyambut baik langkah Kementerian Kesehatan RI dalam menerapkan active case finding (ACF) di 25 kabupaten/kota, yang berhasil meningkatkan angka deteksi kasus TBC sebesar 2-7 persen pada 2024.
Meski begitu, pihaknya berharap program ini dapat diperluas hingga ke wilayah-wilayah terpencil. Teknologi CAD yang sedang dikembangkan diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan di daerah dengan keterbatasan tenaga medis, khususnya radiolog.
"Saya yakin dengan dukungan inovasi teknologi serta kebijakan yang inklusif, target eliminasi TBC di Indonesia dapat lebih cepat tercapai," ujar Morita.
3. UGM gandeng sejumlah pihak
Menurut Morita dalam pengembangan teknologi itu, tim peneliti UGM menggandeng sejumlah institusi dalam dan luar negeri dalam proyek ini. Mereka yang diajak kerja sama termasuk University of Melbourne, Monash University Indonesia, Universitas Sebelas Maret, serta beberapa organisasi advokasi seperti Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP) dan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA).
Proyek tersebut mendapat dukungan dari program KONEKSI yang diinisiasi oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.