Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi sapi mati akibat terpapar antraks. (Dok. Istimewa)

Intinya sih...

  • Pemerintah Gunungkidul memberikan ganti rugi kepada peternak yang kehilangan ternak akibat 7 penyakit menular
  • Penyakit yang masuk dalam daftar kompensasi antara lain antraks, PMK, LSD, septicaemia epizootica, parasit darah, brucellosis, dan IBR-IPV
  • Kompensasi maksimal Rp5 juta per ekor untuk sapi atau kambing yang mati akibat penyakit menular atau vaksinasi

Gunungkidul, IDN Times - Peternak di Gunungkidul yang kehilangan ternaknya akibat penyakit menular kini berkesempatan mendapat ganti rugi dari pemerintah. Hal ini menyusul terbitnya Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 10 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Kompensasi dan/atau Bantuan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular serta Tata Cara Pemberian Kompensasi Hewan Sehat Akibat Depopulasi, yang disahkan pada 16 April 2025.
 
 
 

1. Tujuh jenis penyakit penyebab ternak mati yang akan diberi kompensasi

Default Image IDN

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, menyampaikan bahwa ada tujuh jenis penyakit pada ternak yang akan mendapat ganti rugi atau kompensasi dari pemerintah, sesuai dengan Perbup yang telah diterbitkan.

Mengacu pada Keputusan Bupati Nomor 145/KPTS/2025, penyakit yang masuk dalam daftar tersebut antara lain antraks, penyakit mulut dan kuku (PMK), lumpy skin disease (LSD), septicaemia epizootica, parasit darah, brucellosis, dan infectious bovine rhinotracheitis (IBR-IPV).

"Untuk ternak jenis sapi berlaku untuk semua penyakit menular, sedangkan untuk kambing atau domba di antaranya antraks, PMK, parasit darah, dan brucellosis," ujarnya, Rabu (21/5/2025).

2. Ternak yang mati akibat penyakit menular akan diberi kompensasi maksimal Rp5 juta

ilustrasi uang (unsplash.com/Mufid Majnun)

Wibawanti menjelaskan, kompensasi bagi hewan ternak yang terdampak tujuh penyakit menular tersebut diberikan maksimal sebesar Rp5 juta per ekor, dengan menyesuaikan tingkatan umur ternak.

"Untuk bantuan sapi atau kambing yang mati akibat penyakit menular besarannya maksimal Rp5 juta per ekor dengan penyesuaian tingkatan umur," bebernya.

Agar bisa menerima kompensasi, peternak harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya, memiliki surat keterangan kepemilikan ternak, hasil laboratorium resmi yang menunjukkan penyebab kematian, serta dokumentasi proses penguburan ternak sesuai prosedur.

"Oleh karenanya kita meminta ketika hewan ternak mati dengan ciri-ciri penyakit menular, peternak segera melaporkan ke petugas kami. Agar, memudahkan dalam mengakses kompensasi tersebut sebab jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi, maka kompensasi tidak bisa dikeluarkan," terangnya.

Lebih lanjut, Wibawanti menambahkan bahwa kompensasi juga berlaku untuk hewan ternak yang mati akibat tindakan vaksinasi. Untuk kasus ini, besaran kompensasi yang diberikan maksimal Rp10 juta.

"Jadi, hewan ternak yang mati akibat tindakan vaksin juga kami berlakukan kompensasi. Namun, tetap dilakukan monitoring oleh petugas kami di lapangan untuk memastikan hewan ternak mati akibat vaksin bukan hal yang lain," paparnya.

Wibawanti menjelaskan, dana kompensasi bagi peternak bersumber dari Belanja Tak Terduga (BTT) yang dialokasikan melalui APBD.

"Untuk bantuan akan mengakses dana BTT. Dan, alurnya nanti peternak mengajukan kompensasi melalui (DPKH), setelah dokumen lengkap akan diteruskan ke Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) dan terakhir ke Bupati Gunungkidul," terangnya.

Ia menambahkan, hingga kini belum ada peternak yang mengajukan kompensasi karena peraturan bupati baru saja diterbitkan.

"Jadi peraturan bupati baru keluar sehingga belum ada peternak yang mengakses ganti rugi atau kompensasi," tambahnya.

3. Dana kompensasi ternak mati bersumber dari Belanja Tak Terduga

Ilustrasi vaksinasi antraks. (Dok. Istimewa)

Wibawanti menjelaskan, dana kompensasi bagi peternak bersumber dari Belanja Tak Terduga (BTT) yang dialokasikan melalui APBD.

"Untuk bantuan akan mengakses dana BTT. Dan, alurnya nanti peternak mengajukan kompensasi melalui (DPKH), setelah dokumen lengkap akan diteruskan ke Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) dan terakhir ke Bupati Gunungkidul," terangnya.

Ia menambahkan, hingga kini belum ada peternak yang mengajukan kompensasi karena peraturan bupati baru saja diterbitkan. "Jadi peraturan bupati baru keluar sehingga belum ada peternak yang mengakses ganti rugi atau kompensasi," tambahnya.

Editorial Team