Kejati DIY menahan Kepala Dispertaru DIY terkait kasus mafia tanah kas desa. (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Ponco merinci, tersangka selaku Kepala Dispetaru DIY mengetahui perbuatan Robinson menambah keluasan lahan TKD yang disewa PT Deztama Putri Sentosa dari luasan 5 ribu meter persegi menjadi 16.215 meter persegi.
Akan tetapi, Krido justru melakukan pembiaran, sementara dia seharusnya melakukan fasilitasi dalam menjalankan kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan tanah kasultanan kadipaten sesuai dengan fungsinya. Krido, kata Ponco, mengetahui perbuatan Robinson mengutak-atik TKD yang belum mengantongi izin gubernur.
Berdasarkan peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta (Perdais) nomor 1 tahun 2017, kata Ponco, Dispetaru memiliki tugas fasilitasi dalam menjalankan kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kasultanan/Kadipaten sesuai dengan fungsinya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Gubernur DIY nomor 19 tahun 2020 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Kundha Niti Mandala sarta Tata Sasana), yakni fungsinya yang berkaitan dengan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
"Perbuatan tersangka secara singkat antara lain sebagai pengawas (tanah kas) desa namun malah justru bekerja sama dengan mafia tanah, yang kedua telah menerima gratifikasi, yang ketiga adanya komunikasi aktif antara tersangka KS dengan Robinson Saalino," ujar Ponco.
"Jadi dengan peralatan canggih itu kita kloning hasil pembicaraannya banyak pembicaraan aktif terkait dengan urusan masalah tanah TKD-TKD yang dilakukan antara tersangka dengan Robinson," sambung dia.
Ponco menambahkan, perbuatan Krido telah merugikan keuangan negara serta Desa Caturtunggal sebesar Rp2,952 miliar. Tersangka langsung ditahan karena dikhawatirkan mempengaruhi para saksi menghilangkan barang bukti dan untuk mencegah yang bersangkutan melarikan diri.
Krido, sementara itu sudah mengembalikan Rp300 juta kepada Kejati DIY dan telah disita sebagai barang bukti. Hal ini membuka kemungkinan bahwa gratifikasi yang diterima Krido lebih besar daripada hasil penyelidikan sementara.
Karena perbuatannya, Krido dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo. Pasal 55 ayat ke-1 KUHP. Ancaman pidananya paling berat penjara seumur hidup.