Potret Borobudur. (pixabay.com/saesherra)
Sementara Dosen arkeologi UGM, Niken Wirasanti juga meminta wacana pemasangan stupa tak sekadar ditunda, tapi disetop seluruhnya. Ia pun mempertanyakan urgensi dari wacana yang keliru secara akademis atau prinsip pemugaran ini.
"Prinsip mugar itu jangan ada yang palsu, jangan menambah, tapi mengembalikan ke bentuk semula," kata Niken.
Niken berujar, rencana pemasangan chattra ini terus didengungkan selama beberapa tahun terakhir sejak mengemuka pertama kali pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Wacana pemasangan chattra ini terangkat kembali tahun 2018. Niken sempat dilibatkan dalam diskusi dan diputuskan saat itu chattra tak layak dipasang, hingga rencana serupa muncul lagi tahun lalu.
Di satu sisi, keberadaan chattra van Erp yang kini tersimpan di Museum Karmawibangga, kata Niken, sudah dianggap menimbulkan polemik sejak lama.
Niken pernah tergabung dalam proyek pemugaran Candi Borobudur bersama Kepala Lembaga Purbakala terdahulu, mendiang Soekmono dan beberapa arkeolog senior lain tahun 80an. Kala itu sudah disepakati bersama bahwa chattra van Erp seharusnya disingkirkan.
Niken menekankan, pemasangan chattra pada stupa inti oleh van Erp yang dijadikan rujukan sekarang nyata kekeliruannya. Sebagai bukti, van Erp menyatakan menyesal lantaran melihat pemasangan chattra olehnya telah melangkahi otentisitas candi sehingga dilepas lagi.
"Pak Soekmono sendiri (bilang), wes gek ndang dibuang, beliau mengatakan jangan menjadi polemik lagi ini," katanya.
"Maunya kita, keinginan banyak pihak ini bisa jadi pembelajaran jangan terulang lagi memasang chattra itu, tapi yang terjadi orang berpikir berbeda. Oh, dulu pernah dipasang van Erp', (wacana) dipasanglah lagi, di situ yang terjadi bertahun-tahun," imbuh Niken.