Petugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Peneliti CfDS UGM lainnya, Iradat Wirid menjelaskan, dari data cuitan dan postingan netizen di Twitter sejak Maret 2020 hingga Februari 2021 terdapat lebih dari 18.400 cuitan yang memuat 'Tolak Vaksin' atau 'Anti Vaksin’.
Bersamaan dengan postingan masyarakat tersebut, lebih dari 1.000 cuitan merujuk pada bantahan terhadap penolakan vaksin COVID-19 Sinovac. Sementara lebih dari 4.000 cuitan mengandung kata ‘PDIP’, ‘rakyat’, ‘PKI’ dan ‘Pemerintah’ atas bentuk penolakan balik postingan Anggota DPR Ribka Tjiptaning yang tidak mendukung vaksin COVID-19.
Sama halnya pada platform berbagi video Youtube, terdapat 11 video teratas yang membahas mengenai penolakan Ribka Tjiptaning, dengan penonton lebih dari 13 juta pengguna dan 62.000 komentar. Namun, berbeda dengan Twitter, pada kolom komentar Youtube di video tersebut lebih banyak memuat dukungan terhadap anggota DPR Ribka Tjiptaning untuk menolak vaksin COVID-19.
Sementara di platform Instagram, terdapat berbagai akun yang dengan jelas menampilkan video atau foto dengan wacana konspirasi. Salah satunya: ‘Injeksi MRNA Moderna adalah sistem operasi yang dirancang untuk memprogram manusia dan meretas fungsi biologisnya’, hingga upaya mengajak ‘apa yang perlu kita lakukan setelah menolak vaksin?’.
"Piatform dengan basis audio dan visual (Instagram dan Youtube) lebih banyak digunakan untuk membangun wacana penolakan atas vaksin COVID-19, dan netizen akan ikut berkomentar sejalan dengan isi konten tersebut," paparnya.