Taman Budaya Yogyakarta (TBY) melalui Suluh Sumurup Art Festival (SSAF), menampilkan ratusan karya seni rupa dua dan tiga dimensi karya puluhan seniman difabel. (IDNTimes/Tunggul Damarjati)
Budi Sukri Dharma atau dikenal Budi Tongkat alias Butong menjelaskan, Suluh Sumurup memiliki arti memanusiakan manusia seperti halnya telah disosialisasikan sejak zaman nenek moyang. Penokohan punokawan adalah salah satu contohnya.
"Disabilitas memang sudah dekat dengan masyarakat, namun perlu diberikan cahaya agar bisa terlihat. Makanya kami mengambil tema Suluh Sumurup," kata Butong.
Budi Irwanto menjelaskan, pameran bertajuk Gegandengan ini diikuti dua kategori peserta, yakni perorangan dan kelompok. Total 159 karya dipajang merupakan buah kreativitas dari 18 peserta perorangan dan 8 komunitas.
Delapan komunitas yang terlibat antara lain, AndArt, ba(WA)yang, Eco Diffa,JDA, Kembang Selatan, Para Rupa, Potads, dan Sayap Ibu.
SSAF memamerkan karya-karyakolaboratif penyandang disabilitas dengan seniman non difabel. Selain itu, mengakomodir partisipasi penyandang difabel pelaku seni, yang belum terbaca atau tidak terpetakan dalam dunia seni pamer.
"Tema Gegandengan ini coba kita terjemahkan di proses kurasi. Gegandhengan yang artinya bergandengan tangan membawa spirit kebersamaan. Posisi seni itu sendiri memiliki bahasa universal sehingga dia mampu menerabas sekat atau batas-batas yang diciptakan secara sosial dan diwujudkan dalam pameran," kata Budi.