Imbauan stop klitih yang dipasang Polsek Ngemplak. (IDN Times/Siti Umaiyah)
Bicara soal kenakalan remaja, Sultan teringat sebuah lembaga pendidik anak konvensional di masa kecilnya. Namanya Prayuwana.
Kata Sultan, Prayuwana yang berlokasi di sekitar kawasan Patehan, Kecamatan Kraton dan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, itu adalah tempat menampung anak yang orangtuanya tak lagi mampu mengkondisikannya.
"Kalau orangtuanya kewalahan itu diserahkan pada provinsi, untuk dibina, dididik. Itu dulu ada namanya Prayuwana. Itu tempat pendidikan anak yang orangtuanya tidak mampu lagi," ungkapnya.
"Saya tidak tahu kondisi sekarang apakah hal seperti ini masih (relevan). Kalau enggak, nanti akhirnya anak-anak belum cukup umur tapi akhirnya bicaranya beda, pelanggaran hukum. Ini yang kami masih mendialogkan lebih jauh," pungkas Sultan.
Dua hari kemarin tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman bergema di media sosial Twitter. Tagar bergaung sebagai wujud kekhawatiran warganet akan kembali maraknya kasus klitih di DIY. Mereka meminta ketegasan pemerintah dan kepolisian.
Pemda DIY sendiri kini masih menggodok suatu program pembinaan anyar terhadap para pelaku kenakalan remaja, termasuk klitih. Sasarannya adalah anak bawah umur berhadapan dengan hukum berstatus diversi.