Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Sultan menilai, ketangguhan ekonomi daerah tidak cukup diukur dari pertumbuhan, melainkan dari kemampuan bertahan dan beradaptasi. “Kita tidak hanya ingin tumbuh tinggi, tetapi kuat menahan badai. Kita ingin, DIY bukan sekadar relevan secara angka, tetapi berarti dalam kehidupan warganya,” ujarnya.
Menurut data yang disampaikan Sultan, DIY memiliki lebih dari 98 ribu unit industri kecil dan menengah (IKM) yang menopang struktur ekonomi daerah, dengan sektor pangan sebagai kontributor terbesar. Struktur ekonomi berbasis IKM ini dinilai tangguh namun menghadapi tantangan serius dari globalisasi, digitalisasi, hingga perubahan iklim. “Kadin masa kini tidak lagi sekadar rumah besar bagi industri mapan, tetapi arsitek konektivitas ekonomi daerah,” tegas Sultan.
Ia mendorong agar Kadin DIY bukan hanya wadah kekuatan modal, melainkan arsitek konektivitas ekonomi daerah. Penghubung antara inovasi korporasi, dengan ketangguhan IKM dan koperasi, yang menjadi denyut ekonomi rakyat. KADIN DIY harus bertransformasi menjadi jembatan antar dunia: antara kapital dan komunitas, antara manufaktur dan kerajinan, antara laboratorium riset dan bengkel rakyat. Di situlah, wajah baru dunia usaha Yogyakarta akan lahir, lebih terbuka, terhubung, dan berkeadaban digital.
Sri Sultan juga menyoroti pentingnya transformasi digital yang inklusif. Menurutnya, penerapan teknologi seperti kecerdasan buatan dan big data harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan lokal. “Transformasi digital tidak boleh menciptakan jarak antara yang paham dan yang tertinggal,” tandasnya.