Potret Pejuang Reformasi di Museum Tragedi 12 Mei 1998 (humas.trisakti.ac.id)
Sri Margana menilai, penganugerahan gelar pahlawan untuk Soeharto akan menjadi preseden buruk dan menyakiti keluarga korban yang gugur dalam gerakan reformasi 1998. “Itu akan mewariskan sesuatu yang menyakitkan bagi para korban reformasi, orang-orang yang dulu mengorbankan nyawanya untuk menumbangkan rezim yang dipimpin Soeharto,” tegasnya.
Menurutnya, Indonesia tidak kekurangan tokoh yang lebih layak dijadikan panutan. “Masih banyak tokoh yang bisa menjadi teladan. Banyak tokoh yang bisa menjadi panutan,” tutup Sri Margana.
Sri Margana pun menyoroti unsur politik dalam proses penentuan gelar pahlawan nasional. Ia menilai komposisi Dewan Gelar saat ini didominasi oleh pihak yang pro terhadap Soeharto. “Dewan gelar yang dulu sudah tiga kali menolak, sekarang sudah diganti semua. Sekarang timnya Fadli Zon, jadi sudah bisa ditebak hasilnya,” ungkapnya.
Ia meyakini bahwa pemberian gelar untuk Soeharto hanya masalah waktu. “Mumpung rezim yang sekarang mendukung, saya yakin akan diberi. Soal waktunya saja,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan bahwa gelar pahlawan bisa dicabut di masa depan jika terbukti tidak layak. “Kalau nanti pemimpin berikutnya berani mengakui kesalahan sejarah, bisa saja gelar itu dicabut,” katanya.