ilustrasi padi (pixabay.com/manseok_Kim)
Kendati, Bayu menilai ada kompleksitas sangat besar jika membahas pertanian di Indonesia. Bagi dia, kesuksesan oleh China bukan jaminan keberhasilan penanaman padi di Indonesia.
"Sukses di sana belum tentu akan mendapatkan hasil yang sama di Indonesia, dalam hal ini di Kalimantan Tengah. Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komoditas pertanian, termasuk kondisi lingkungan seperti iklim, tanah, hama, penyakit, dan aspek sosial masyarakat," kata Bayu dikutip dari laman resmi UGM, Senin (6/5/2024).
Ahli sekaligus pengamat di bidang pertanian, agrometeorologi, ilmu lingkungan dan perubahan iklim itu menyebut jika kearifan lokal dalam sektor pertanian wajib mendapat perhatian.
Kata dia, kearifan lokal ini sangat kental. Contohnya, di sekitar Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang mana dikenal adanya istilah pranata mangsa atau penanggalan Jawa sebagai panduan bagi petani dalam menjalankan aktivitas bercocok tanam.
Bayu menjelaskan, kalender Pranata Mangsa disusun berdasarkan peredaran Matahari dan diwariskan secara lisan. Metode ini bersifat lokal dan temporal, artinya perincian yang dibuat untuk suatu tempat belum tentu atau tidak sepenuhnya berlaku di lokasi lain.
Pranata mangsa ini, lanjut Bayu, umumnya dipakai oleh para petani sebagai pedoman untuk menentukan awal masa tanam.
"Dari sisi cara budi daya juga berbeda, hal ini juga tidak terlepas dari kondisi lingkungan setempat. Sebagai contoh, untuk daerah dengan kondisi tanah gambut yang memiliki pH tinggi atau basa, sehingga untuk menjadikan lahan tersebut bisa ditanami dengan kondisi ideal, harus dilakukan treatment untuk menurunkan pH tersebut menjadi lahan ideal atau standar," paparnya.
Faktor lain, lanjut Bayu, yakni skala yang lebih sempit dalam satu hamparan, di mana antara petak satu dengan petak lain terkadang berbeda. Ia menggarisbawahi soal adanya petak sawah yang lebih atau kurang subur. Ini banyak dipengaruhi cara budi daya petani masing-masing petak.