Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Acara Farewell Party SMA Stela Duce 2 (Stero) Kota Yogyakarta. (Dokumentasi OSIS Stero)

Intinya sih...

  • Siswa SMA Stela Duce 2 Yogyakarta menghimpun dana prom night dengan menjual makanan dan kaos, tanpa membebani orangtua.
  • 60 siswa terlibat dalam kepanitiaan acara farewell party, bekerja sama dalam usaha dana dan mencari sponsor dengan target puluhan juta rupiah.
  • Acara farewell party di Taman Budaya Yogyakarta sukses digelar oleh murid SMA kelas XI dan X, tanpa meminta dana dari orangtua.

Kami sudah bekerja mulai Januari 2025. Mulai rapat kecil-kecilan, menjual makanan di sekolah sampai membuat proposal dan mencari sponsor dengan target puluhan juta rupiah

Banyak anggapan pesta perpisahan sekolah membutuhkan uang banyak, dan membebani orangtua. Acara perpisahan yang dilakukan untuk melepas kakak kelas ini dinilai merupakan kegiatan yang tidak berguna, karena dipandang menghamburkan uang untuk acara yang dikenal sebagai prom night yang hanya berlangsung selama beberapa jam saja. Mengapa stereotipe itu melekat kuat pada perayaan pesta perpisahan untuk mengenang masa-masa di sekolah?

Penilaian ini rupanya tak berlaku bagi murid SMA Stela Duce 2 Kota Yogyakarta. Tak ada orangtua siswa yang mengeluarkan uang untuk acara ini. Apa yang mereka lakukan?   

1. Jual makanan hingga kaus untuk himpun dana

Persiapan acara Farewell Party SMA Stela Duce 2 (Stero) Kota Yogyakarta. (Dokumentasi OSIS Stero)

Sejumlah cara dilakukan oleh siswa yang tergabung dalam kepanitiaan untuk menghimpun dana penyelenggaraan acara. Salah satunya dilakukan sebanyak 60 siswa SMA Stela Duce 2 (Stero) Kota Yogyakarta yang tergabung di OSIS dan kepanitiaan acara prom night atau farewell party, mulai mengerjakan acara tahunan dengan menjual makanan. Kegiatan ini merupakan target tim dana, atau disebut usaha dana (usda).

Salah satu Koordinator Usda Stero, Cornelia Dian menerangkan, makanan yang dijual mulai nasi ayam, nasi goreng, kwetiaw, kroket, cookies selama empat bulan. "Makanan ini dijual harga Rp3 ribu untuk kroket, Rp6 ribu untuk cookies, dan makanan beratnya sekitar Rp12 ribu. Ini yang beli murid Stero sendiri, jadi setiap hari kami mendesain untuk diunggah di medsos apa saja yang dijual, dan saat jam istirahat murid yang memesan ambil di kafetaria," terang siswa kelas XI ini. 

Tak hanya anggota usda yang berjualan, anggota OSIS lainnya juga membantu meng-list siswa yang membeli dan makanan apa saja diminta. "Jadi beberapa makanan ini kami pesan dari usaha anak Stero yang mempunyai usaha makanan, juga teman lainnya di luar sekolah," ujarnya kepada IDN Times, Minggu (11/5/2025).

Usaha lain untuk mendatangkan uang bagi keperluan prom night, tak hanya berjualan makanan, jualan kaus juga dilakukan. "Teman kami, Evan, mendesain sticker, gantungan kunci, dan kaos. Kami iklankan lewat medsos OSIS, medsos masing-masing panitia, dan WA grup kelas." 

Sebanyak 60 murid Stero yang tergabung dalam kepanitiaan ini bekerja dengan sistem gotong-royong. "Memang ada tim usda dan konsumsi, sponsor dan humas, keamanan, acara, perlengkapan, dokumentasi hingga talent, tapi kami juga tidak bisa diam saja ketika ada teman yang butuh bantuan." terang Dian. 

 

2. Mencari sponsor hingga jalin komunikasi dengan bintang tamu

Persiapan acara Farewell Party SMA Stela Duce 2 (Stero) Kota Yogyakarta. (Dokumentasi OSIS Stero)

Di kepanitiaan ini, murid Stero tak hanya belajar berorganisasi, membuat proposal, mendesain, tapi juga mencari dana dari pihak luar sekolah. Nakku Cinta salah satunya, mempunyai tugas mencari sponsor. "Awalnya shock juga ditarget untuk mendapatkan dana puluhan juta rupiah. Tim kami ada lima orang tiap hari rapat offline dan online, untuk berkomunikasi hari ini ke mana saja, target tercapai berapa persen, kekurangan dana berapa. Ini terus terang menyita pikiran, karena kan kami juga harus belajar, dan mengerjakan tugas. Tapi target dana harus kami raih, karena ini penting untuk acara," ujar Nakku. 

Tanpa dibekali kemampuan cara negosiasi, dan berbincang dengan perusahaan, tim panitia mampu meraih target pengumpulan dana. "Kami juga dibantu guru dan teman lainnya untuk mencari dana. Tapi ini benar-benar terkumpul. Kami merasa wow," ujar siswa kelas XI ini.  

Walau dikelola oleh anak-anak SMA kelas XI dan X, hasil fareweel party tak kaleng-kaleng. Nakku mengatakan tak hanya sukses menggelar acara untuk 500 murid dan guru, mereka juga mengundang bintang tamu. 

"Saya juga sebagai pihak yang mengundang bintang tamu, salah satu penyanyi terkenal di Jogja. Tugas saya mulai menjalin komunikasi dengan manajer artis, nego harga, hingga menyiapkan readers, jadwal, hingga mereka selesai manggung," kata remaja berkaca mata ini. 

Nakku menyatakan, acara yang berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta ini awal Mei 2025 ini, tidak meminta dana dari orangtua. "Sekolah  dan kami, panitia tidak meminta dana dari orangtua, tidak satu rupiah pun. Kami bekerja keras agar kami dapat memberikan yang terbaik bagi semuanya, terutama kakak kelas yang akan lulus." 

3. Panitia pingsan hingga dilarikan ke IGD

Persiapan acara Farewell Party SMA Stela Duce 2 (Stero) Kota Yogyakarta. (Dokumentasi OSIS Stero)

Beratnya persiapan hingga acara farrewel party di SMA Stece 2 membuat sejumlah panitia sempat pingsan saat acara. Domeniko Evan mengakui jadwal padat menyebabkan beberapa panitia sakit hingga pingsan saat acara berlangsung. " Beberapa teman panitia pingsan, karena menyiapkan acara ini dari subuh jam lima pagi hingga jam 12 malam," terang Evan.  

Tak hanya pingsan, salah satu panitia harus dilarikan ke rumah sakit. "iya ada rekan kami yang harus ke IGD, dan menginap di rumah sakit."

Meski berat sejumlah siswa merasakan manfaat dari acara yang mereka gelar. Menurut Nakku kegiatan ini membantu dirinya untuk belajar hal baru. "Sejauh ini adalah pengalaman yang tidak terlupakan karena merupakan salah satu event terbesar kami. Kami ternyata bisa lho melampaui limitasi atau batasan yang awalnya tidak kami kira bisa lakukan, misalnya membuat acara untuk event besar, dekorasi yang bagus, bisa mengumpullkan dana puluhan juta. Dan yang penting acara ini sukses dengan keringat kami sendiri," kata Nakku.  

  

4. Sejarah prom night

Acara Farewell Party SMA Stela Duce 2 (Stero) Kota Yogyakarta. (Dokumentasi OSIS Stero)

Sejarah farewell party atau prom night berasal dari sebuah pesta yang disebut Debutante ball. Dilansir laman The History of Prom, Debutante Ball atau coming-out party adalah gelaran pesta dansa, untuk memperkenalkan perempuan yang berusia dewasa dari keluarga bangsawan ke dunia sosial.

Debutante ball adalah tradisi para bangsawan untuk menunjukkan identitas, status sosial, serta kekayaan keluarga mereka ke pergaulan kelas atas.

Prom merupakan singkatan dari kata promenade yaitu gelaran acara bagi mahasiswa berusia 21-22 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Tujuan dari acara ini sama seperti debutante ball, yaitu untuk menunjukkan etika, sopan santun, serta status sosial mereka. Promenade pertama kali digelar pada abad 19 di wilayah Northeast.

Mengapa acara ini membutuhkan biaya mahal? Debutante ball hanya bisa digelar oleh para bangsawan kaya pada masanya. Oleh karena itu, masyarakat menengah yang tak mampu menggelar acara ini, biasanya mengadakan pesta serupa di akademi pendidikan yang kemudian dikenal dengan istilah prom.

Dilansir The Pirateer, pada 1930-an, acara prom mulai dilakukan di sekolah menengah atas dan digelar untuk para siswa tingkat akhir yang berusia 17-18 tahun.

Dalam perjalanannya, terdapat aturan bahwa sekolah tidak boleh membedakan siswanya berdasarkan ras, namun masih ada sekolah yang membedakan pesta prom untuk siswa berkulit putih dan gelap. Di tahun 1970, di sebuah sekolah di Mississippi, para orang tua siswa kulit putih mengelompokkan undangan khusus untuk siswa "sebangsanya".Padahal di tahun tersebut siswa berkulit gelap mulai bergabung dalam pesta prom yang sama. Sebagai balasan dari tindakan tersebut, orang tua siswa berkulit gelap pun menggelar pesta prom terpisah dan hanya dihadiri oleh siswa berkulit gelap.

Selain aturan yang terkesan rasis, terdapat juga aturan yang mengarah pada misoginis. Siswa perempuan dilarang untuk memakai pakaian yang terkesan maskulin. Terdapat juga aturan yang menyatakan, bahwa hanya siswa laki-laki yang diperbolehkan untuk mengundang pasangan ke pesta prom. Hal ini dipercaya jika pihak perempuan yang mengajak pasangannya ke prom, maka hubungan percintaannya akan kandas.

Menurut laman Teen Vogue, di Jerman acara prom disebut dengan istilah abitu, di mana orang tua, murid, serta para guru berkumpul untuk berdansa sambil mengakhiri waktu di sekolah bersama.

Sementara di Finlandia, istilah prom dikenal dengan nama vanhojen tanssit. Meski untuk merayakan kelulusan, pesta ini juga sering dijadikan sebagai perayaan bagi siswa tingkat kedua, sebelum mereka resmi menjadi siswa tingkat akhir. 

Editorial Team