Saparan Bekakak, Tradisi Sembelih Boneka Pengantin di Sleman

Sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda

Sleman, IDN Times - Indonesia memiliki bermacam tradisi dan kebudayaan yang hingga kini masih dijaga kelestarian. Seperti halnya tradisi Saparan Bekakak yang ada di Ambarketawang, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, yang rutin diperingati setiap Bulan Sapar dalam kalender Jawa

Eko Ferianto, Kepala Bidang Adat Tradisi Lembaga dan Seni, Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, mengungkapkan di balik tradisi sembelih boneka pengantin bekakak ini, ada sejarah dan nilai tertentu yang coba dilestarikan oleh masyarakat setempat.

Lalu, seperti apa tradisi sembelih boneka bekakak ini? Dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk melestarikannya? Berikut penjelasan dari Eko Ferianto.

Baca Juga: Fenomena Spirit Doll Menurut Pakar, Sudah Ada Sejak Zaman Firaun

1. Sejarah adanya tradisi Saparan Bekakak

Saparan Bekakak, Tradisi Sembelih Boneka Pengantin di SlemanPembuatan boneka pengantin untuk tradisi Saparan Bekakak. (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Eko mengungkapkan, tradisi ini dimaksudkan untuk mengenang utusan Sultan Hamengku Buwana I yang bernama Ki Wirosuto dan istrinya, Nyi Wirosuto. Ki Wirosuto sendiri merupakan Abdi Dalem Penangsong Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Pada mulanya, ketika akan mendirikan Kerajaan Mataram di Yogyakarta, yang saat ini ada di Pusat Kota Yogyakarta, material batu gamping diambilkan dari Gunung Gamping. Namun, setelah pembangunan keraton ini telah selesai, Ki Wirasuta dan istrinya belum ingin pulang ke Keraton karena masih ada sesuatu yang harus diselesaikan dan memilih untuk tinggal di Pesanggrahan yang ada di Gunung Gamping.

"Konon ceritanya ketika ditambang gamping itu selalu runtuh, ternyata di sana ada penghuninya Nyi Poleng. Kemudian Nyi Poleng dia tidak terima kalau keadaan gunung gamping dirusak oleh manusia, yang dalam hal ini diwakili Ki Wirosuta. Lalu terjadi peperangan dan Ki Wirosuta kalah, meninggal kerubuhan Gunung Gamping," ungkapnya pada Rabu (13/1/2022).

2. Wujud terima kasih dari Sultan

Saparan Bekakak, Tradisi Sembelih Boneka Pengantin di SlemanKirab Saparan Bekakak. (slemankab.go.id)

Sebagai wujud rasa terima kasih dari Sultan Hamengku Buwono I atas jasa dari Ki Wirosuto dan istrinya, maka hadirlah tradisi Saparan Bekakak ini. Di mana tradisi bekakak ini dimaksudkan juga agar tidak ada lagi peristiwa yang sama ketika ada yang menambang gamping di Gunung Gamping.

Dia menjelaskan, boneka bekakak sendiri merupakan sepasang boneka pengantin yang dibuat dari ketan berisi gula kelapa. Boneka ini dibuat dengan cara gotong royong oleh masyarakat Selatan Gunung Gamping sebelum ritual dilakukan.

"Jadi ritual didahului dengan pembuatan boneka oleh masyarakat Selatan Gunung Gamping. Nanti ada kirab menuju ke Gunung Gamping. Terus baru penyembelihan boneka itu," terangnya.

Untuk kirab sendiri, menurut Eko selain ada arak-arakan Norokaryo, yang merupakan aparat setempat, dari padukuhan, sampai dengan desa, juga terdapat pawai ogoh-ogoh yang ditandu oleh para pemuda.

3. Tidak perlu mempertentangkan tradisi

Saparan Bekakak, Tradisi Sembelih Boneka Pengantin di SlemanProsesi penyembelihan boneka bekakak (Dok. kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Eko menjelaskan, tradisi bekakak ini sendiri merupakan warisan nenek moyang, yang sebenarnya tidak perlu dipertentangkan dengan agama maupun hal lainnya. Yang terpenting menurutnya adalah pelestarian dari adat tradisi itu sendiri dan pengambilan nilai, seperti gotong royong dan guyub rukun masyarakat di dalamnya.

"Yang namanya adat tradisi itu bawaan nenek moyang, artinya tidak perlu kita pertentangkan. Yang terpenting diketahui bahwa kita ini melestarikan adat tradisi budaya," katanya.

4. Saat ini sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda

Saparan Bekakak, Tradisi Sembelih Boneka Pengantin di SlemanBoneka pengantin dalam tradisi Saparan Bekakak. (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Menurut Eko, saat ini tradisi bekakak ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional. Sebagai wujud pelestarian dari tradisi bekakak ini, Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman juga melakukan pembinaan dan membentuk Forum Adat Tradisi Kabupaten Sleman.

Forum ini sendiri dimaksudkan sebagai wadah dan tempat berkoordinasi, baik manajemen, kelembagaan, dan pelaksanaan semua upacara adat tradisi yang ada di Sleman.

"Sekarang euforianya hanya ramai-ramai saja, adat tradisi kadang tidak teraktualisasi dengan baik. Oleh sebab itu perlu dikoordinasikan dengan tenaga ahli dan dibentuk forum ini sebagai narsumnya, artinya dikembalikan lagi. Jadi ada upacara, tapi juga ada kirabnya. Adat tradisi tidak hilang," paparnya.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya